Pemberian cairan intravena bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit pada bagian intraseluler (dalam sel) atau pun ekstraseluler (luar sel, misalnya pembuluh darah & ruang intersisial.). Pemberian ini dilakukan jika pasien mengalami :
Pemberian terapi intravena bertujuan untuk memberikan obat secara cepat dan respon terapeutik obat yang dapat dipantau , sehingga banyak digunakan di area keperawatan gawat darurat.
Jenis Cairan
Cairan yang digunakan pada terapi intravena secara garis besar terdiri dari dua jenis yaitu :
Kristaloid, merupakan cairan yang terdiri dari molekul-molekul kecil yang mengalir secara mudah dari aliran darah kedalam jaringan dan sel. Cairan kristaloid isotonik memiliki kosentrasi osmotik yang sama dengan cairan ektraseluler sehingga cairan tidak menumpuk di area ekstraseluler dan intraseluler (Kosentrasi Cairan sama). Cairan kristaloid hipotonik memiliki kosentrasi osmosis yang lebih rendah dari cairan ekstraseluler sehingga akan berpindah cepat dari aliran darah kedalam sel, menyebabkan edema. Sebaliknya cairan kristaloid hipertonik memiliki konsentrasi osmosi yang lebih tinggi, sehingga cairan tertarik dari sel kedalam aliran darah menyebabkan sel menciut (Contohnya di rumah sakit pemberian Manitol pada pasien dengan edema otak, tujuan untuk menarik cairan dan menciutkan ukuran sel otak yang cedera sehinga menurunkan tekanan Intrakarnial).
Cairan Isotonik
Memiliki kosentrasi atau osmolaritas 275-295 mOsm/Kg contohnya Nacl 0,9%, RL, dan D5W. dextrose pada D5W di metabolismenkan secara cepat dan cairan dalam jumlah banyak dapat menyebabkan hiperglikemi. Cairan normal saline hanya mengandung dua elektrolit yaitu natrium dan clroida.cairan ringer terdiri dari beberapa elektrolit yang sam dengan cairan extraseluler seperti Natrium, kalium, kalsium, dan klorida. cairan ringer laktat mengandung elektrolit yang terdapat pada ringer dan laktat yang dapat diubah menjadi bikarbonat (basa) oleh hati.
Cairan hipotonik
memiliki kosentrasi kurang dari 275 mOsm/Kg contohnya: Nacl 0,45%, Dextrose 2,5%. Pemberian cairan ini harus diperhatikan karena dapat berpindah dengan cepat dari ruang ekstaselular ke dalam sel. Cairan yang berpindah pun dapat menyebabkan kolaps cardiovaskuler, karean acairan babnyak berpindah dari pembuluh darah ke dalam sel. Perpindahan cairan tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakarnial karena cairan masuk kedalam sel otak.
cairan hipotonik tidak boleh diberikan pada pasien yang memiliki resiko peningktana tekan intrakarnial misalnya pada pasien yang mengalami stroke, cidera kepala, atau pembedahan otak. tanda gejala peningkatan tekanan intrakarnial seperti perubhan tingkat kesadaran, penurunan fungsi motorik dan sensorik, perubahan respon pupil. Serta cairan hipotonik tidak boleh diberikan pada pasien-pasien yang bersiko mengalami shif cairan ke jaringan intersisial atau rongga tubuh seperti penyakit hati, luka bakar, atau trauma.
Cairan hipertonik
Cairan ini memiliki kosentrasi osmolarotas lebih besar dari 295 mOsm/Kg, contohnya :
Pemberian koloid dilakukan jika tekanan darah tidak membaik (naik) dengan pemberian cairan kristaloid. contohnya:
Sumber:
J. Christropher Burghardt. 2012. Medical Surgical Nursing Incredibly Easy. Lippincot williams and wilkins
- Kondisi yang mencegah intake cairan secara normal atau malabsorbsi saluran pencernaan (misalnya sulit menelan, muntah hebat, penurunan kesadaran, perdarahan lambung, diare)
- Kehilangan cairan secara hebat (shock) sehingga harus mendapat ganti cairan yang banyak dan cepat.
Pemberian terapi intravena bertujuan untuk memberikan obat secara cepat dan respon terapeutik obat yang dapat dipantau , sehingga banyak digunakan di area keperawatan gawat darurat.
Jenis Cairan
Cairan yang digunakan pada terapi intravena secara garis besar terdiri dari dua jenis yaitu :
- kristaloid (isotonik, hipotonik, atau hipertonik)
- koloid (selalu hipertonik)
Kristaloid, merupakan cairan yang terdiri dari molekul-molekul kecil yang mengalir secara mudah dari aliran darah kedalam jaringan dan sel. Cairan kristaloid isotonik memiliki kosentrasi osmotik yang sama dengan cairan ektraseluler sehingga cairan tidak menumpuk di area ekstraseluler dan intraseluler (Kosentrasi Cairan sama). Cairan kristaloid hipotonik memiliki kosentrasi osmosis yang lebih rendah dari cairan ekstraseluler sehingga akan berpindah cepat dari aliran darah kedalam sel, menyebabkan edema. Sebaliknya cairan kristaloid hipertonik memiliki konsentrasi osmosi yang lebih tinggi, sehingga cairan tertarik dari sel kedalam aliran darah menyebabkan sel menciut (Contohnya di rumah sakit pemberian Manitol pada pasien dengan edema otak, tujuan untuk menarik cairan dan menciutkan ukuran sel otak yang cedera sehinga menurunkan tekanan Intrakarnial).
Pada penggunaan cairan kristaloid hipotonik, Kosentrasi osmosis cairan infus didalam pembuluh darah lebih rendah sehingga cairan didalam pebuluh darah berpindah kedalam sel menyebabkan sel membesar. |
Pada penggunaan cairan kristaloid isotonik, Kosentrasi osmosis cairan sama baik didalam atau diluar sel, sehingga cairan dapat berpindah keluar dan kedalam tanpa menyebabkan sel membesar atau menciut |
Cairan Isotonik
Memiliki kosentrasi atau osmolaritas 275-295 mOsm/Kg contohnya Nacl 0,9%, RL, dan D5W. dextrose pada D5W di metabolismenkan secara cepat dan cairan dalam jumlah banyak dapat menyebabkan hiperglikemi. Cairan normal saline hanya mengandung dua elektrolit yaitu natrium dan clroida.cairan ringer terdiri dari beberapa elektrolit yang sam dengan cairan extraseluler seperti Natrium, kalium, kalsium, dan klorida. cairan ringer laktat mengandung elektrolit yang terdapat pada ringer dan laktat yang dapat diubah menjadi bikarbonat (basa) oleh hati.
Cairan hipotonik
memiliki kosentrasi kurang dari 275 mOsm/Kg contohnya: Nacl 0,45%, Dextrose 2,5%. Pemberian cairan ini harus diperhatikan karena dapat berpindah dengan cepat dari ruang ekstaselular ke dalam sel. Cairan yang berpindah pun dapat menyebabkan kolaps cardiovaskuler, karean acairan babnyak berpindah dari pembuluh darah ke dalam sel. Perpindahan cairan tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakarnial karena cairan masuk kedalam sel otak.
cairan hipotonik tidak boleh diberikan pada pasien yang memiliki resiko peningktana tekan intrakarnial misalnya pada pasien yang mengalami stroke, cidera kepala, atau pembedahan otak. tanda gejala peningkatan tekanan intrakarnial seperti perubhan tingkat kesadaran, penurunan fungsi motorik dan sensorik, perubahan respon pupil. Serta cairan hipotonik tidak boleh diberikan pada pasien-pasien yang bersiko mengalami shif cairan ke jaringan intersisial atau rongga tubuh seperti penyakit hati, luka bakar, atau trauma.
Cairan hipertonik
Cairan ini memiliki kosentrasi osmolarotas lebih besar dari 295 mOsm/Kg, contohnya :
- Dextrose 5% dalam Nacl 0,45%
- Dextrose 5% dalam Nacl 0,9%
- Dextrose 5% dalam ringer
- Dextrose 10%
cairan hipertonik menarik ciran dari dalam sel ke dalam pembuluh darah menyebabkan sel menciut dan peningkatan cairan extraseluler. Hati-hati pasien dengan gangguan jantung dan ginjal tidak dapat mentoleransi cairan dalam jumlah banyak di dalam pembuluh. Pantau adanya tanda-tanda overload dan edema paru. Pasien yang mendapatkan cairan hipertonik beresiko mengalami dehidrasi seluler.
Koloid
Pemberian koloid dilakukan jika tekanan darah tidak membaik (naik) dengan pemberian cairan kristaloid. contohnya:
- Albumin 5% yang sama dengan plasma atau albumin 20% yang dapat menarik cairan intersisial sebanyak 4 kali dari volumnya dalam waktu 15 menit pemberian.
- plasma protein
- dextran
- hetastarch
cairan koloid tetap berada pada pembuluh darah, dalam beberapa hari. Pada saat pemberian cairan koloid, pasien membutuhkan monitoring peningkatan tekanan darah, gejala sesak, dan peningktan kekuatan nadi yang merupakan ciri dari hipervolemia.
jika dengan cairan kristaloid atau pun koloid tidak efektif dalam mengatasikeseimbangan cairan, pasien mungkin membutuhkan tranfusi darah atau obat-obatan lainnya.
Sumber:
J. Christropher Burghardt. 2012. Medical Surgical Nursing Incredibly Easy. Lippincot williams and wilkins
Comments
Post a Comment