Variabel yang mempengaruhi kerja (Aksi) obat.


Harapan atau bayangan respon pemberian obat sebagian besar dibayangkan kepada  pemberian obat untuk klien  pria dewasa  (usia 18- 65 tahun) dengan berat badan rata-rata (70 Kg). Akan tetapi masih ada kelompok klien lain (seperti wanita, anak-anak, orang tua, kelompok suku dan ras berbeda, dan pasien dengan penyakit atau gejala berbeda)  yang menerima obat dan memiliki respon berbeda dengan klien  pria dewasa. Oleh karena itu, percobaan klinis sekarang ini mencangkup percobaan yang lebih representatif (mewakili) terhadap kelompok tersebut. Pada setiap klien yang berbeda, respon obat akan  berbeda  pula tergantung pada dua hal yaitu:
 1) Obat itu sendiri  (Hubungan obat dan variabel yg mempengaruhinya)
2)  Klien itu sendiri (Hubungan klien dan variabel yg mempengaruhinya)


Hubungan Obat dan variabel yg mempengaruhinya
1.Dosis atau takaran Obat
Meskipun istilah dose   atau dosage  sering  digunakan secara bergantian,tetapi meliki perbedaan.  Dosis mengindikasikan jumlah yang diberikan pada satu waktu  sedangkan dosage menunjukan frekuensi  pemberian, ukuran, dan angka dosis.  Dosage paling utama ditentukan oleh aksi (kerja) obat dan respon, antara efek terpeutik dan efek samping. Jika  jumlah obat terlalu sedikit atau  diberikan dengan frekuensi yang jarang (asal-asalan), tidak akan ada efek farmakologi yang terjadi  karena obat tidak mencapai kosentrasi yang adekuat pada sel target. Jika jumlah obat terlalu besar atau pemberiannya begitu sering, akan terjadi keracunan (toksisitas). Karena dosage meliputi jumlah obat dan frekuensi pemberian obat, overdosage dapat terjadi dengan dosis tunggal besar atau penggunaan dalam jumlah kecil tetapi dalam jangka waktu yang lama. Dosis yang menyebabkan tanda dan gejala keracunan disebut dosis racun. Dosis yang menyebabkan kematian disebut letal dosis
Rekomendasi dosage  didalam literatur obat biasanya yang dapat menghasilkan respon khusus (spesifik) sebanyak 50%  dari seluruh peserta uji coba. Dosage tersebut biasanya menghasilkan campuran efek terapeutik dan efek samping. Pemberian dosage obat tertentu  bergantung  kepada banyak karakteristik obat misalnya alasan penggunaan, potensi obat, farmakokinetik, rute pemberian obat, bentuk dosis, dll. dan persepan obat bergantung pada usia, berat badan, kondisi kesehtan, dan fungsi jantung, ginjal, dan sistem hepar. Jadi, dosage rekomendasi dirancang hanya sebagai panduan untuk pemberian dosis perindividu.

Dosage                 :Penetuan dalam pengaturan ukuran, frekuensi, dan jumlah dosis
Dose                      : Kuantitas yang diberikan pada satu waktu.

2. Rute Pemberian
Rute (jalur) pemberian obat mempengaruhi kerja obat dan besarnya respon (reaksi obat ) karena mempengaruhi 2 faktor penting yaitu absorbsi (penyerapan) dan distribusi. Untuk aksi (kerja) obat dan respon obat yang cepat, rute IV (intravena)paling efektif karena obat langsung disuntikan kedalam aliran darah. Untuk beberapa obat, rute IM (Intrmuskular) juga menghasilkan kerja obat dalam beberapa menit karena otot disuplai oleh pembuluh darah yang banyak. Rute oral biasanya menghasilkan aksi obat yang lebih lama dari pada rute parenteral. Absorbsi (penyerapan) obat dan aksi (kerja) obat topikal (oles) beragam bergantung pada formula obat, apakah obat digunakan dibagian kulit atau membran mukosa, dan faktor  lainnya.
3. Interaksi obat dan makanan (Diet)
Makanan dapat merubah absorbsi (penyerapan) obat pada penggunaan obat jenis  oral. Pada banyak kasus, makanan dapat memperlambat penyerapan obat melalui pelambatan waktu pengosongan lambung (karena harus mencerna dulu makanan) dan merubah sekresi dan motilitas Gastrointestinal (saluran cerna). Ketika tablet atau kapsul di minum bersama atau setelah makan, obat tersebut larut dengan lebih lambat; oleh karena itu, melekul obat di serap lebih lambat di usus. Makanan juga menurunkan penyerapan melalui kombinasi  komplek obat-makanan yang tidak mudah larut. Pada kasus lain, jenis obat tertentu malah akan lebih baik diserap dengan jenis makanan tertentu pula. Sebagi contoh makanan berlemak meningkatkan absorbsi beberpa  obat seperti theophyline. Interaksi obat dan makanan dapat diminimalisir dengan memberi  jarak antara makan dan obat.

Sebagai tambahan , beberapa makanan mengandung substansi yang dapat bereaksi dengan obat tertentu. Seperti salah satu interaksi yang terjadi antara makanan yang mengandung tyramine dan monoamine oxidase (MAO) inhibitor drugs.  Tyramine meyebabkan pelepasan norepinephrine, agen vasokontriksi kuat, dari bagian medulla adrenal dan saraf simpatis. Normalnya, norepinephrine menjadi aktif hanya beberapa detik sebelum norepinephrine di-inaktifkan (ditidak aktifkan)  oleh MAO. Sedangkan fungsi obat  MAO inhibitor drugs mencegah inaktivasi (tidak diaktifkan) norepinephrine, maka makan makanan yang mengandung tyramine dengan MAO inhibitors menyebabkan Hipiertensi yang parah dan perdarahan intrakarnial (karena kadar dan kerja norepinephrine menjadiu meningkat dan lebih panjang ).  Obat-obatan MAO inhibitors  meliputi obat antidepressants: isocarboxazid  dan phenelzine, dan obat antineoplastic:  procarbazine.

Obat tersebut kini tidak terlalu sering digunakan, karena potensial interaksinya yang serius dan karena obat lain yang lebih efetif sudah tersedia. Tyramine banyak terkadung pada makanan seperti bir, tuak, wine, keju tua, produk fermentasi ragi, hati ayam dan acar ikan haring (ikan khas belanda).

Interaksi obat juga dapat terjadi antara warfarin, obat pengencer darah yang sering  digunakan dalam bentuk oral dan makanan yang mengandung vitamin K. Karena vitamin K memiliki reaksi  antagonis (berlawanan) dengan kerja obat warfarin, bayam dalam jumlah besar dan sayuran hijau lainnya dapat mengimbangi kerja efek antikoagulan dan menyebabkan sesorang beresiko mengalami penyakit thromboembolik (penyumbatan pembuluh oleh bekuan darah).

Selain itu interaksi  antara antibiotik tetracyclime dan produk yang mengandung susu seperti keju & minuman susu. Menyebabkan obat berkombinasi dengan kalsium yang terkandung dalam susu untuk membetuk zat yang sulit larut dan diabsorbsi sehingga obat di eksresikan lewat feses.

 4. Interaksi Obat dengan Obat
Kerja (aksi) obat dapat meningkat atau menurun tergantung interaksi obat dengan obat lainnya di dalam tubuh. Kebanyakan interaksi obat terjadi apabila interaksi obat ada di dalam tubuh. Beberapa obat, khususnya yang dapat mempengaruhi penyerapan (absorbsi) obat oral, terjadi ketika interaksi obat diberikan pada waktu yang dekat atau bersamaan. Dasar penyebab banyaknya  interaksi obat dengan obat adalah perubahan pada metabolisme obat. Sebagai contoh, obat di metabolismekan oleh enzim yang sama yang berkompetisi dalam mengikat obat dan tidak bisa mengikat dua atau lebih obat. Juga beberapa obat merangsang atau mengahambat metabolisme obat lainnya. Ikatan protein (protein binding) juga menjadi dasar yang mempengaruhi interaksi obat dengan obat.  Sebuah obat dengan daya ikat atau tarik yang lebih kuat terhadap protein akan mengganti tempat obat-obatan yang berikatan lebih lemah. Sehingga efek farmakologi aktif obat  lebih besar, sehingga sama efeknya seperti memakan obat dalam dosis besar.

Reaksi yang meningkatkan efek Obat
Interaksi yang dapat meningkatkan efek terapeutik obat atau efek samping obat, sebagai berikut:
1.   Efek tambahan (Additive effects) terjadi ketika dua obat dengan aksi farmakologi yang sams diberikan . Contoh: ethanol (Alkohol) + obat-obatan sedatif -> meningkatkan sedasi

2.   Efek Memperkuat (Synergism or potentiation) terjadi ketika dua obat dengan aksi atau mekanisme yang berbeda menghasilkan efek yang besar  (memperkuat) ketika diberikan bersama dari pada ketika diberikan dalam dosis sendiri (terpisah). Contoh : Acetaminophen (Analgesik non-opioid) + Codeine (analgesik opioid) -> meningkatkan efek analgesia obat.

3.   Efek Campuran antara satu obat dengan metabolisme atau eliminasi obat kedua dapat menghasilakan efek yang kuat pada obat kedua. Contoh: cimetidine menghambat enzim metabolisme obat CYP 1A, 2C, dan 3A di hati oleh karena itu mempengaruhi metabolisme banyak obat seperti , benzodiazepine (antianxiety dan hypnotic drugs), calcium channel blockers, tricyclic (antidepressants), beberapa antidysrhythmics,beta blockers,  dan antiseizure drugs,theophylline, dan  warfarin. Ketika obat diberikan secara bersmaan dengan cimetidine,mungkin untuk menyebabkan efek samping  yang lebih serius dan keracunan.

4. Penggantian tempat (Displacement) suatu obat pada plasma protein-binding sites oleh obat kedua meningkatkan efek obat yang digantikan. Ini terjadi karena molekul obat yang digantikan tempatnya, bebas pada tempat dimana seharusnya obat berikatan, menjadi obat yang aktif (pharmacologically active). Contoh aspirin (anti-inflammatory/analgesic/ antipyretic agent) + warfarin (anticoagulant) → meningkatkan efek antikoagulasi (pengenceran darah).

Reaksi Yang Menurunkan Efek Obat
Interaksi beberapa obat dapat menurunkan kerjanya dan disebut dengan istilah anatagonis. Sebagai contoh sebagai berikut:
1.Pada beberapa situasi, obat yang khusus diberikan sebagai antidot (anti racun) diberikan untuk melawan efek racun obat lainnya. Sebagi conoth: Naloxone (narcotic antagonist) + morphine
(golongan narkotika atau opioid analgesic) → mengurangi efek opioid yang menyebabkan depresi pernafasan. Molekul Naloxone mengganti tempat molekul morphine pada sisi reseptor sel saraf  di otak sehingga molekul morphine tidak dapat melanjutkan efek penekanan pada sistem pernafasan.
2. Efek menurunkan absorbsi usus obat oral terjadi ketika kombinasi obat menghasilkan senyawa atau komplek yang tidak mudah larut (nonabsorbable compounds). contoh: aluminum atau  magnesium hydroxide (antacids) + oral tetracycline (antibiotic) → terjadi ikatan antara tetracycline dengan  aluminum  Hidroksida (AlOH3) atau  Magnesium Hidroksida (MgOH2), menyebabkan penurunan absorbsi dan efek antibiotik.
3. Efek obat yang dapat mengaktivasi  enzim metabolisme obat (drug-metabolizing enzymes) di hati sehingga dapat meningkatkan kecepatan  metabolisme obat. Beberapa obat seperti phenytoin, rifampin, Rokok, dan minuman beralkohol bertindak sebagai perangsang kerja enzim metabolisme obat. Contoh : phenobarbital (barbiturate) + warfarin (anticoagulant) → menurunkan efek warfarin.
4. Efek peningkatan sekresi obat terjadi ketika pH urin berubah dan reabsorbsi oleh ginjal terhambat.
Contoh : Sodium Bicarbonate + phenobarbital → meningkatkan ekresi (pembuangan ) phenobarbital. Sodium bicarbonate  (Na2Co3) meningkatkan kebasaan urin, meningkatkan jumlah ion  barbiturate yang disaring ginjal. Partikel ion tidak bisa dengan mudah melewati membran tubular ginjal, oleh karena itu sedikit obat yang di reabsorbsi kembali ke dalam darah dan lebih banyak yang diekresikan melalui ginjal.

Sumber text book : Anne Collins Abrams, RN, MSN. 2005. Clinical Drug Therapy. (Clinic Drug For Nursing; dalam bentuk e-Book)



Comments