Kesalahan dalam pemberian obat dapat terjadi dalam beberapa fase (tahap) pemberian terapi
obat meliputi peresepan (intruksi pemberian obat), pembagian obat, dan
pemberian obat. Tujuan utama pembahasan sumber potensial kesalahan dalam
pemberian obat adalah untuk meningkatkan kemampuan petugas kesehatan untuk
mengenal situasi yang beresiko dan mencegah kesalahan.
Petugas
kesehatan
Dokter: mungkin meresepkan obat dengan
intruksi yang tidak jelas, intruksi obat tidak sesuai dengan kondisi pasien;
gagal untuk mengintruksikan obat yang sesuai; gagal untuk mempertimbangkan usia
klien, berat badan, fungsi ginjal, dan fungsi hati, serta peroses penyakit pada
saat menyeleksi obat atau dosis; gagal untuk mempertimbangkan obat-obatan lain
yang didapatkan pasien, termasuk peresepan dan perhitungan obat yang lebih;
kurangnya pengetahuan mengenai obat; gagal untuk memonitor atau memerintahkan
orang lain untuk memonitor efek samping obat; dan gagal untuk memutuskan obat
dengan benar. Petugas farmasi (Apoteker)
: mungkin tidak tahu kondisi klien atau mengenal ketidakcocokan obat atau
kesalahan intruksi dokter. Sehingga dapat memberikan obat yang salah,
memberikan label wadah yang keliru, atau gagal menanyakan kepada pasien mengenai obat lain yang
didapat. Perawat: juga mungkin tidak
mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai obat atau mengenai obat yang diterima
pasien; tidak mengikuti prinsip “5 benar”; gagal untuk menanyakan intruksi obat
ketika diindikasikan.
Klien/Konsumen
Sesorang (konsumen) mungkin mendapatkan obat dari beberapa dokter; atau gagal
untuk menginformasikan kepada salah satu dokter mengenai obat yang diresepkan
oleh dokter yang lain; mendapatkan resep yang diisi oleh lebih dari seorang
petugas farmasi; gagal untuk mendapatkan
obat yang diresepkan atau diresepkan ulang; penggunaan dibawah dosis atau
penggunaan berlebih obat yang tepat diresepkan; mendapatkan obat yang digunakan
untuk sakit sebelummnya atau menggunakan resep obat untuk orang lain; gagal
untuk mengikuti intruksi dalam penggunaan obat, atau penyimpanan, gagal mematuhi untuk kontrol ke dokter kembali, gagal
bertanya mengenai informasi obat yang diresepkan dan tidak diresepkan saat
dibutuhkan.
Obat
Obat mungkin memiliki nama yang
hampir persis, yang dapat menyebabkan kesalahan dalam peresepan obat, penyedian
obat atau, pemberian obat. Sebagai contoh obat anti seizure lamictal (nama
generic lamotrigine) mirip dengan lamisil obat anti jamur, mirip juga dengan
lamivudine obat anti virus sehingga
kadang membingungkan. Selain itu label
perintah penggunaan pada kemesan obat dengan singkatan yang kadang bila tidak
diperhatikan dengan teliti dapat terlihat sama misalnya obat yang seharusnya
tidak di kunyah atau di gerus, meyebabkan kerusakan pada lapisan obat yang
dapat membuat obat yang fungsinya long-acting (bereaksi dalam jangka
lama) menjadi rusak dan bereaksi dengan cepat sehingga menyebabkan overdosis.
Kondisi
Dokter, Apoteker , dan perawat
memiliki beban kerja yang berat, yang dapat menyebabkan tergesa-gesa dalam
meresepkan, menyediakan, atau memberikan obat. Atau juga petugas kesehatan
mengalami kejadian yang mengalihkan perhatian seperti penundaan (obrolan, atau
hal lain), kebisingan, dan kejadian lain dilingkungan kerja yang menyebabkan
sulit untuk berkosentrasi dalam melaksanakan tugas yang berhubungan dengan
obat.
Sumber: Anne Collins Abrams, RN, MSN. 2005. Clinical Drug Therapy.
Comments
Post a Comment