Pelajar
keperawatan (mahasiswa/calon perawat) belajar bagaimana cara terbaik dalam
melakukan tindakan keperawatan (Praktik), dan belajar terus untuk melakukan
tindakan atau praktik disepanjang karir keperawatan. Beberapa pelajar dan perawat belajar dengan
bertumpu pada sistem penelitian yang sitematis, tetapi lebih banyak pelajar dan
perawat tidak melakukan hal itu. Faktanya, Millenson (1997) memperkirakan 85 %
praktisi kesehatan tidak memiliki validasi keilmuan.
Praktek
atau tindakan keperawatan klinis bertumpu pada informasi yang bersumber dari
perguruan tinggi dengan tingkat realibilitas dan validitas yang beragam. Informasi tersebut bergantung pada hirarki
(tingkatan) bukti (apakah berasal dari penelitian atau bukan?) dan pengakuan
bahwa evidence (bukti) yang diperoleh
lebih unggul dari pendapat yang lain. Berikut merupakan sumber-sumber yang
biasanya dijadikan landasan dalam melaksanakan intervensi atau tindakan
keperawatan. Akan terlihat perbedaan antara evidence
(bukti) yang didasarkan dari hasil penelitian.
a) Tradisi (Tradition)
Banyak pertanyaan terjawab dan masalah
terpecahkan berdasarkan kepada kebiasaan
(custom) atau nilai-nilai yang diwariskan
yang disebut tradisi. Didalam setiap
budaya (culture), “kebenaran “ diperoleh melalui pemberian
(warisan) bukan pencarian kebenaran. Sebagai
contoh, sebagai warga dari masyarakat demokratis, kebanyakan kita menerimanya
tanpa bukti, bahwa demokrasi merupakan bentuk yang tertinggi dari pemerintahan. Pemahaman
tersebut merupakan pengetahuan yang banyak kita warisi dan hanya sedikit orang
yang mecari kebenaran (verifikasi) mengenai hal tersebut.
Tradisi menawarkan beberapa keuntungan. 1)
Tradisi sangat efisien (berguna) sebagai sebuah sumber informasi: setiap
individu tidak butuh untuk mengawali (mencari) hal yang baru dalam mencoba
memahami dunia atau ketentuan mengenai dunia. 2) Tradisi dan kebiasan juga
memfasilitasi komunikasi dengan menyediakan fondasi (dasar) umum dalam menerima
kebenaran. Meskipun begitu bentuk tradisi beberapa bermasalah karena banyak
tradisi tidak pernah dievaluasi ke valid-an-nya (kebenarannya). Memang secara
alami, tradisi bercampur dengan kemampuan untuk menerima alternatif (pilihan
atau jalan lain). Walker’s (1967) meneliti pada ritual praktik keperawatan yang
menyarankan beberapa peraktik keperawatan tradisional, seperti secara rutin memeriksa
suhu tubuh klien, nadi, dan respirasi yang mungkin belum tentu mengalami
disfungsional (gangguan). Penelitian Walker menggambarkan potensial nilai dari penilaian
kritis terhadap kebiasaan (custom) dan tradisi (tradition) sebelum menerima hal itu
sebagai “kebenaran”. Penelitian tersebut menumbuhkan perhatian terhadap banyak intervensi
keperawatan yang berdasarkan pada tradisi (tradition),
kebiasaan (custom), dan “kebudayaan
masing-masing unit pelayanan (unit
culture)” bukan berdasarkan pada fakta kebenaran. (French dkk, 1999).
b) Kewenangan (Authorithy). Orang yang meiliki kewenagan bisa dosen (kewenangan
dalam pendidikan di kampus), instruktur, kepala ruangan, supervisi (kewenangan
di rumah sakit) , dll
Di masyarakat kita yang kompleks, ada yang dinamakan wewenang (otoritas/kekuasan) yaitu seseorang dengan keahlian yang khusus di setiap bidang. Kita selalu dihadapkan dengan pembuatan keputusan mengenai persoalan dengan sesuatu hal yang mungkin sudah pernah atau belum memilki pengalaman terhadap hal tersebut. Oleh karena itu, tampaknya secara alami kita akan menempatkan ke yakinan kita kepada penilaian orang yang memiliki otoritas (kewenangan/keilmuwan) terhadap masalah tersebut. Sebagai sumber dari pengetahuan, bagaimanapun, kewenangan (otoritas) memiliki cela (kekurangan). kewenangan (otoritas) tidak terbebas dari kesalahan (infallible), khususnya jika keahlian seseorang tersebut didasarkan pada pengalaman pribadi, seperti tradisi (tradition), pengetahuan tersebut tetap masih dapat berubah. Meskipun peraktik keperawatan akan geger (berguncang) jika setiap bagian dari nasihat (ajaran) yang berasal dari pendidik (guru/instruktur) keperawatan ditantang oleh pelajar (murid/calon perawat), pendidikan keperawatan tidak akan lengkap (sempurna) jika pelajar tidak pernah dibiasakan untuk bertanya seperti: bagaimana guru/instruktur sebagai orang yang memiliki otoritas/kewenangan tahu mengenai hal tersebut? Apa fakta atau bukti “kebenaran” hal tersebut? Apakah yang saya pelajari sudah valid?
Di masyarakat kita yang kompleks, ada yang dinamakan wewenang (otoritas/kekuasan) yaitu seseorang dengan keahlian yang khusus di setiap bidang. Kita selalu dihadapkan dengan pembuatan keputusan mengenai persoalan dengan sesuatu hal yang mungkin sudah pernah atau belum memilki pengalaman terhadap hal tersebut. Oleh karena itu, tampaknya secara alami kita akan menempatkan ke yakinan kita kepada penilaian orang yang memiliki otoritas (kewenangan/keilmuwan) terhadap masalah tersebut. Sebagai sumber dari pengetahuan, bagaimanapun, kewenangan (otoritas) memiliki cela (kekurangan). kewenangan (otoritas) tidak terbebas dari kesalahan (infallible), khususnya jika keahlian seseorang tersebut didasarkan pada pengalaman pribadi, seperti tradisi (tradition), pengetahuan tersebut tetap masih dapat berubah. Meskipun peraktik keperawatan akan geger (berguncang) jika setiap bagian dari nasihat (ajaran) yang berasal dari pendidik (guru/instruktur) keperawatan ditantang oleh pelajar (murid/calon perawat), pendidikan keperawatan tidak akan lengkap (sempurna) jika pelajar tidak pernah dibiasakan untuk bertanya seperti: bagaimana guru/instruktur sebagai orang yang memiliki otoritas/kewenangan tahu mengenai hal tersebut? Apa fakta atau bukti “kebenaran” hal tersebut? Apakah yang saya pelajari sudah valid?
c) Pengalama Klinik, uji coba (Trial and Eror) ,
intuisi (naluri perawat)
Pengalaman klinik yang kita miliki mewakili
sumber pengetahun yang fungsional (bermanfaat) dan familiar (kita kenal).
Kemampuan untuk menarik kesimpulan (me-generalisir), untuk mengenal keteraturan
(regularitas), dan membuat prediksi (perkiraan) berdasarkan kepada observasi
merupakan karakteristik penting dari fungsi pikiran manusia. Meskipun kejelasan
penilaian klinis dibatasi oleh jenis kejadian (fakta). Pertama, setiap pengalaman individu agak terbatas. Perawat mungkin
melihat, sebagai contoh, dua atau tiga
pasien jantung mengikuti pola tidur pos-operasi yang serupa. Observasi ini
menyebabkan ketertarikan untuk menemukan sesuatu yang baru yang bermanfaat
dalam intervensi keperawatan, tetapi apakah hanya dengan observasi satu orang perawat saja
dapat melakukan perubahan yang besar
dalam cara perawatan pasien yang sudah ada? Keterbatasan yang kedua adalah dari
pengalaman atau kejadian objektif yang sama, biasanya akan dialami atau
dirasakan berbeda oleh dua orang individu (karna manusia bersifat subjektif).
Yang berkaitan dengan pengalaman klinis (atau
di ranah praktik) adalah metode uji coba (coba-coba/ Trial and eror). Dalam
pendekatan ini, pilihan alternatif mencoba secara berurutan hingga solusi
masalah ditemukan. Kita mungkin sering kali menggunakan uji coba (Trial and
error) dalam hidup kita, termasuk dalam profesi pekerjaan kita. Sebagai contoh:
banyak pasien yang tidak suka dengan rasa cairan kalium klorida (KCl). Perawat mencoba
menyamarkan rasa obat dengan berbagai cara hingga menemukan salah satu metode
yang disukai pasien. Tindakan uji-coba (Trial and eror) menawarkan perilaku
atau tindakan untuk menyelamatkan (melindungi) pengetahuan tetapi hal tersebut
dapat mengalami kekeliruan (kegagalan). Metode Trial and eror dapat bersifat semberono (ceroboh) dan hasil
pengetahuan (uji coba) yang diperoleh sering tidak di catat dan selanjutnya
tidak dapat diterapkan (dilakukan lagi) pada situasi klinis berikutnya.
Yang terakhir adalah intuisi (naluri), tipe
pengetahuan yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan logika atau pemikiran sebelumnya
(terdahulu). Meskipun intuisi dan firasat (dugaan) tidak diraguan lagi memiliki
peran dalam praktik keperawatan, jika keduanya digunakan dalam melakukan
penelitian, akan menyebabkan kesulitan dalam pengembangan kebijakan dan praktik
untuk perawat jika berdasarkan kepada intuisi (naluri).
d) Berfikir Logis (Logical
Reasoning)
Solusi untuk banyak masalah yang membingungkan
di kembangkan melalui peroses pemikiran
logis. Berfikir logis (Logical Reasoning)
sebagai metode pemahaman (knowing) mengkombinasi pengalaman, intelektual keilmuwan,
dan sistem formal dari berfikir. 1) Berfikir induktif adalah peroses
pengembangan generalisasi (penarikan kesimpulan) dari observasi yang sepesifik.
Sebagai contoh, perawat mengobservasi perilaku kecemasan dari tindakan
hospitalisasi (opname) pada anak dan berkesimpulan (me-general) anak yang
dipisahkan dari orang tua mengalami stress.
2) Berfikir deduktif peroses pengembangan prediksi spesifik (peryataan
khusus) dari prinsip umum. Sebagai contoh, jika kita berasumsi pemisahan
menyebabkan stres pada anak yang mengalami hospitalisasi (pernyataan umum),
selanjutnya kita akan memprediksi (pernyataan khusus/spesifik) dan berfikir anak
yang mengalami hospitalisasi dan tidak disatu kamarkan dengan orangtuanya akan
mengalami gejala stres.
Antara kedua sistem berfikir (Rasoning)
deduktif dan induktif sangat bermanfaat sebagai metode untuk memahami dan
mengorganisasi fenomena, dan keduanya memiliki peran dalam penelitian di bidang
keperawatan (Nursing research). Bagaimanapun, berfikir dengan keduanya
(induktif dan deduktif) dibatasi karena validitas (keabasahan) berfikir
bergantung pada keakuratan informasi (premis) dan pemikiran merupakan suatu hal
tidak cukup mendasar untuk dievaluasi
keakuratannya.
e) Menghimpun/merangkai informasi (Assembled Information)
Dalam membuat keputusan klinis, profesional
kesehatan juga bertumpu pada informasi (data) yang dihimpun untuk beragam
tujuan. Sebagai contoh: bench-marking Data yang diperoleh secara lokal, nasional, dan
internasional menyediakan informasi berupa isu (masalah) berkaitan dengan angka
dari penggunaan berbagai prosedur (misalnya persalinan sesar) atau angka
kejadian infeksi (misalnya angka infeksi nosokomial pneumonia di rumah sakit)
dan dapat bertindak sebagai panduan dalam mengevaluasi berbagai tindakan (praktik)
klinis. Cost Data- menyediakan
informasi mengenai harga (biaya) berhubungan dengan prosedur tindakan,
kebijakan, atau pelaksanaan praktik, kadang-kadang digunakan sebagai faktor
dalam pembuatan keputusan (decission making) di ranah klinis/ praktik lapangan.
Quality improvement and risk data
berkaitan dengan laporan kesalahan medikasi (medication error) dan bukti (fakta) kejadian (insiden) dan
pervalensi. Dapat digunakan untuk mengkaji keberhasilan praktik dan untuk
menentukan kebutuhan usulan pennggantian/perubahan
praktik (Practice changes).
Seperti itulah sumber data, meskipun menawarkan beberapa
informasi yang dapat digunakan dalam praktik, menyediakan data tanpa mekanisme untuk
menentukan apakah perbaikan pada tujuan pasien merupakan hasil dari tujuan penggunaan
data tersebut.
f) Ranah penelitian (Disciplined Research)
Pelaksanaan penelitian dalam format bidang
studi keilmuwan merupakan metode yang paling canggih dalam pencarian bukti (evidence) yang dikembangkan manusia.
Penelitian dalam bidang keperawatan (nursing
research) menggabungkan pemikiran logis (logical reasoning) dengan komponen lain untuk menciptakan evidence (bukti), meskipun tidak
sempurna/dapat salah (fallible),
cenderung lebih reliabel dari pada menggunakan metode kelimuaan akuisisi (acquistion) yang lain. Pada masa sekarang,pPenekanan kepada evidence-based health membutuhkan
perawat sebagai fondasi praktik klinik untuk memperluas kemungkinan jangkauan
penemuan berdasarkan hasil penelitian bukan berdasarkan tradisi, kewenangan
(authority), intuisi (naluri), atau pengalama pribadi (personal Experience). Hasil temuan dari invetigasi penelitian yang
ketat dipertimbangkan sebagai puncak dari hirarki (tingkatan) evidence untuk mendirikan atau
mendapatkan EBP (Evidence Best Practice).
Ranah penelitian dibidang keperawatan amatlah kaya dan beragam dalam bentuk
penggunaan pertanyan penelitian dan metode penelitian.
Sumber:
Denise F. Polit and Cheryl Tatano Beck. 2003.Nursing Research Principles and Methods.Philadelphia: Lippincott William and Wilkins
Comments
Post a Comment