HIPERTENSI

A. Fatofisiologi Hipertensi

Normalnya jantung memompa darah melewati seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan sel terhadap oksigen dan nutrisi. Pada saat peroses memompa,  jantung mendorong darah melalui dinding pembuluh darah. Tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap dinding pemuluh darah ini  yang diukur sebagai tekanan darah 
Tekanan darah ditentukan oleh  : 1) Cardiac Output (CO)  2) Peripheral Vascular  Resistance (PVR)”Hambatan pembuluh darah perifer “ 3) Viskositas “kekentalan darah “ 4) dan jumlah sirkulasi volume darah. Sehingga penurunan kemampuan elastisitas pembuluh darah, peningkatan viskositas darah, dan /atau peningkatan volume darah  dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.



B. Tipe Hipertensi:

1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer atau esensial adalah peningkatan tekanan darah kronis tanpa diketahui penyebabnya.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah yang diketahui penyebabnya. Dengan kata lain merupakan tanda gejala dari masalah lain, seperti abnormalitas ginjal, tumor pada kelenjar adrenal, atau kongenital defek pada aorta. Ketika penyebab  hipertensi sekunder diatasi (sebelum perubahan struktur secara permanen terjadi) tekanan darah bisanya kembali ke tingkat normal.
3. Isolated Systolic Hypertention (ISH)
Hipertensi dimana tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih tinggi  dan tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih rendah. Tipe hipertensi ini biasa terjadi terutama pada usia lanjut. Meskipun dapat terjadi pada berbagai tingkat usia. Treatment pada ISH meliputi upaya untuk menurunkan resiko komplikasi penyakit jantung, terutama episode gagal jantung dan resiko stroke. Modifikasi  gaya hidup biasanya dicoba untuk pertama kali jika peningkatan sistolik tidak begitu parah. Jika modifikasi gaya hidup gagal untuk mengurangi tekanan sistolik, terapi obat  antihipertensi di tambahkan.

C. Tanda dan Gejala Hipertensi
Seringkali hipertensi tidak menyebabkan tanda dan gejala hanya terjadi peningkatan tekanan darah saja pada saat pemeriksaan. Oleh karena itu, Hipertensi disebut sebagai “silent killer” pembunuh diam-diam. Sering pertamakali pasien dengan hipertensi didiagnosa ketika hendak mencari bantuan kesehatan untuk alasan yang tidak berhubungan dengan hipertensi. Pada beberapa kasus yang kecil, pasien dengan hipertensi mungkin mengeluhkan sakit kepala, pendarahan hidung, kecemasan yang tinggi, atau nafas pendek. Dan tidak bisa dihubungkan ada atau tidaknya gejala dengan derajat peningkatan tekanan darah. Kebanyakan cabang dari tanda dan gejala  hipertensi berasal dari efek kerusakan jangka waktu yang lama terhadap pembuluh darah kecil dan besar( seperti pada jantung, ginjal, otak, dan mata) bukan murni dari hipertensi itu sendiri. Efek ini dikenal sebagai penyakit target organ.

D.Penegakan Diagnosa Hipertensi
Diagnosa hipertensi dibuat dengan mempertimbangkan 1) faktor resiko pasien untuk hipertensi, 2) diagnosa hipertensi sebelumnnya, 3) munculnya tanda dan gejala, seperti riwayat penyakit ginjal atau jantung, dan 4) penggunaan obat pada saat ini. Ketika rata-rata tekanan darah pada kedudukan diatas tingkat prehipertensi pada salah satu tekanan sistolik antara 120 hingga 139 atau tekanan diastolik 80 hingga 89, yang dilakukan pada dua atau lebih pemeriksaan, maka diagnosa hipertensi ditegakkan. Penelitian menunjukan metode yang paling efektif untuk memprediksi resiko stroke dan serangan jantung adalah monitoring tekanan darah  sendiri dua kali dalam satu minggu.

E. Tes Diagnostik
JNC7 merekomendasikan dokter untuk melakukan berbagai tes rutin sebelum memulai terapi untuk tekanan darah untuk mengindentifikasi kerusakan pada organ atau pembuluh darah. Tes yang direkomendasikan oleh JNC7 meliputi ECG, Gula darah, hematokrit, serum kalium, kalsium, profil lipoprotein, HDL-C (High-Density cholestrol )dan LDL-C (Low- Density cholestrol) dan kadar trigliserida. Tes ini dapat membantu menetukan jika  kerusakan target organ disebabkan oleh peningkatan tekanan darah. Sebagai contoh tes untuk melihat terjadi atau tidaknya kerusakan ginjal dengan pemeriksaan urinalisis atau tingkat serum kreatinin.

F. Faktor Resiko untuk Hipertensi
Sebuah kombinasi dari genetik (tidak dapat dimodifikasi) dan faktor resiko lingkungan (dapat dimodifikasi) merupakan sebuah faktor atau alasan  yang bertanggung jawab atas  terjadinya hipertensi, meskipun tetap penyebab pastinya tidak diketahui. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor yang tidak dapat dirubah seperti riwayat keluarga dengan hipertensi, usia, ras, dan riwayat diabetes melitus. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi merupakan faktor resiko yang dapat dirubah seperti tingkat gula darah, tingkat aktivitas, merokok, dan konsumsi  garam serta alkohol. Berhenti merokok, mengurangi garam, kafein, dan konsumsi alkohol, pengurangan berat badan, memperbaiki pola makan, peningkatan aktivitas fisik, dan manajemen stres dapat menolong untuk menurunkan tekanan darah.

G. Intervensi Terapeutik
JNC7 memberikan panduan untuk memilih terapi berdasarkan pada tekanan darah pasien, keparahan dari faktor tekanan darah, dan adanya target organ penyakit atau penyakit kardiovaskuler. Untuk hipertensi yang tidak atau memiliki resiko rendah dimulai dengan memodifikasi gaya hidup. Jika modifikasi gaya hidup tidak dapat membuat pasien sampai kepada target tekanan darah yang dituju, selajutnya terapi obat direkomendasikan. Untuk pasien dengan hipertensi berat, adanya faktor resiko tinggi (keurunan, riwayat DM), dan adanya target organ penyakit (komplikasi pada jantung,otak,ginjal, dll), terapi obat dimulai segera dengan tetap memodifikasi gaya hidup. Pemberian obat yang aman sangat penting, khususnya bagi lansia.
Tujuan dari intervensi terpeutik adalah tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg, atau kurang dari 130/80 mmHg untuk pasien dengan diabetes atau penyakit ginjal kronis. Untuk seluruh pasien dengan hipertensi, pengawalan terapi obat harus diawali dengan golongan  diuretik tipe thiazid. Jika respon yang terjadi tidak adequat untuk mencapai tujuan tekanan darah, dosis ditambah atau menggunakan obat kedua dari kelas yang berbeda. Ada delapan kategori obat untuk hipertensi: diuretik, alpha adrenergic blocker, beta blocker, calcium channel blocker, angiotensin-converting enzyne (ACE) inhibitors, Angiotensin II antagonist (ARB), central acting agents, adrenergic neuron blocker (peripheral acting), dan vasodilator.

      Obat antihipertensi dapat memberikan efek yang kurang menyenangkan. Pasien harus diberitahukan apa efek samping obat  dan melaporkanya bila terjadi, sehingga obat dapat dirubah jika memungkinkan. Disfungsi  ereksi dapat menjadi salah satu efek samping obat hipertensi. Perawat harus proaktif dan memberikan informasi kepada pasien sehingga mereka paham dan mau melapor.
Komplikasi dari Hipertensi
Komplikasi yang biasa terjadi yaitu penyakit arteri kororner, atherosclerosis, myocardial infarction (MI), gagal jantung, stroke, kerusakan ginjal dan mata. Tingkat keparahan dan lamanya peningkatan tekanan darah sangat besar menentukan perubahan vaskular yang menjadi penyebab kerusakan organ. Tekanan darah tinggi juga dapat dihasilkan dari peningkatan ukuran ventrikel kiri, yang menjadi ciri hipertropi. Peningkatan tekanan darah merusak pembuluh darah kecil di jantung, otak, ginjal dan retina. Menyebabkan gangguan fungsi-fungsi organ yang dikenal sebagai target organ penyakit.
Pertimbangan Khusus
Tekanan darah harus terkontrol dengan baik sebelum melakukan prosedur invasiv apapun. Pasien dengan hipertensi beresiko mengalami stroke, Miokard infark, gagal jantung, gagal ginjal, dan edema paru. Pasien harus dintruksikan untuk melanjutkan obat tekanan darah tinggi hingga waktu prosedur, kecuali jika diinstruksikan oleh dokter. Obat antihipertensi harus segera diberikan sesegera mungkin setelah diresepkan dokter.


H. Kegawatan pada hipertensi
Hypertensive emergency adalah tipe hipertensi berat dengan ditandai peningkatan sistolik lebih dari 180 mmHg dan diastolik lebih dari 120 mmHg yang beresiko mengalami komplikasi disfungsi target organ (seperti Miokard infark, gagal jantung, dan anurisma aorta). Pasien yang bersiko mengalami hal ini adalah pasien  yang tidak diobati, gagal untuk mengikuti terapi antihipertensi, atau berhenti menggunakan obat secara tiba-tiba beresiko mengalami hypertensive emergency. Pasien seperti ini membutuhkan penurunan tekanan darah secara segera untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ. Sehingga direkomendasikan untuk dirawat diruang kritis. Pada beberapa kasus, tekanan darah dibutuhkan turun 25% dalam 1 jam untuk mencegah kerusakan organ. Jika kondisi pasien stabil, tekanan darah selanjutnya diturunkan 160/100 hingga 110 pada 2 hingga 6 jam berikut. Penurunan tekanan darah berangsur-angsur dilakukan untuk mencegah penurunan aliran darah pada ginjal, jantung, dan otak. Obat intravena seperti nitroprusside(Nipride) diberikan agar cepat menurunkan tekanan darah selama krisis.

I. Kedaruratan Pada Hipertensi
JNC7 mempertimbangkan urgensi hipertensi terjadi pada situasi ketika terjadi peningkatan tekanan darah yang berat tetapi tanpa mengalami disfungsi target organ. Pasien dengan hipertensi urgensi mungkin mengalami nyeri kepala hebat, pendarahan hidung, nafas pendek, dan kecemasan yang parah. Pasien yang mengalami hipertensi urgensi biasanya di obati dengan kombinasi terapi oral dan jadwal kunjungan pemeriksaan dalam beberapa hari.

Mind Map / Clinical Pathway / Patofisiologi (patofis) Keperawatan pada Hipertensi (Darah Tinggi)


PEROSES KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pemeriksaan pasien dengan hipertensi meliputi riwayat kesehatan, pengukuran tekanan darah, obat-obatan, dan pemeriksaan fisik. Pengkajian tentang pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hipertensi dan faktor resiko yang berhubungan merupakan hal yang penting dalam membuat perencanaan dan pendidikan kesehatan dan modifikasi gaya hidup.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN, PERENCANAAN, INTERVENSI, DAN EVALUASI.

1.       Diagnosa : Defisit pengetahuan b.d peroses penyakit dan rangkaian pengobatan

Tujuan : klien dapat mengutarakan secara verbal mengenai peroses penyakit dan rangkaian pengobatan.
Evaluasi: apakah pasien mampu mendiskusikan dan menjelaskan peroses penyakit hipertensi meliputi faktor resiko, komplikasi, dan rangkaian terapi?

a.       Indentifikasi kesiapan pasien  dan kemampuan belajar.
R: Pasien harus menerima diagnosa hipertensi dan mempunyai rasa untuk bertanggung jawab atas hal tersebut sehingga mampu menangkap serta memahami informasi yang diberikan. Serta tentukan metode belajar yang disenangi pasien.
E: Apakah pasien mengutarakan secara verbal menerima diagnosa hipertensi atau malah menolak?
b.      Berikan pasien informasi yang berfokus terhadap peroses penyakit seperti faktor resiko, komplikasi, dan rangkaian pengobatan/terapi
R: Pasien akan lebih berkemauan untuk berpartisipasi dalam peroses pengobatan ketika mampu untuk memahami kebutuhannya akan perubahan terhadap perilaku hidup sehat.
E: Apakah pasien mampu berpartisipasi dalam diskusi mengenai peroses penyakit hipertensi meliputi fakor resiko, komplikasi dan pengobatan.

2.    Diagnosa keperawatan : Potensial untuk ketidakefektifan rangkaian terapi/pengobatan berhubungan dengan kompleksitas terapi, biaya pengobatan, jarangnya munculnya gejala, efek samping obat, kebutuhan untuk merubah gaya hidup dalam jangka waktu lama (mungkin seumur hidup), dan tekanan darah normal yang harus dikontrol obat.

Tujuan : Pasien menyatakan secara verbal kemampuan dan keingginan untuk mematuhi pengobatan/terapi
Evaluasi : Apakah pasien mampu untuk mengutarakan bagaimana gaya hidup yang mendukung terapi/pengobatan? Apakah pasien mengindentifikasi dan memecahkan masalah yang dapat menghambat terlaksananya gaya hidup tersebut?
a.       Indentifikasi faktor resiko yang mempengaruhi kemampuan pasien dan keinginan  pasien untuk merubah gaya hidup.
R: Indentifikasi faktor resiko merupakan  tahap pertama dalam perencanaan terapi pasien. Pasien harus mengerti hubungan antara faktor resiko dengan hipertensi dan pengembangan komplikasi (gagal,jantung,MI, stroke, gagal ginjal, dll).
E: Dapatkah pasien menyatakan rasional dari modifikasi faktor resiko untuk mencegah perkembangan komplikasi?
b.      Indentifikasi faktor yang dapat menghambat pasien untuk mematuhi terapi.
R: Faktor seperti masalah ekonomi, transportasi , perubahan usia, motivasi pasien, kebiasaan, kesiapan, dan tingkat pendidikan dapat menjadi penghalang terapi/pengobatan
E: Apa barier yang sekarang dialami pasien?
c.       I: Kembangkan perencanaan untuk mengatasi faktor hambatan, dan buat acuan/referensi jika dibutuhkan
R:Indentifikasi hambatan dapat diatasi dengan perencanaan dan intervensi, seperti acuan/referensi untuk dukungan kelompok, atau asisten keuangan, pelayanan petunjuk penggunaan obat, penyedian pengajaran bagi pasien sesuai tingkat pendidikan dan kemampuan belajar.
E: Apakah hambatan dapat diatasi? Apakah pasien ingin menggunakan  anjuran untuk penggunaan obat?
Khusus lanjut Usia
d.      I: Kaji kemampuan untuk mengkonsumsi obat harian: keuangan, kemampuan untuk mendapatkan obat jika habis, dan pemahaman terhadap anjuran penggunaan obat .
R: Apakah pasien mampu untuk memperoleh obat?dapatkah pasien secara mandiri meminum obat harian secara benar?
E: Pasien lanjut usia  mungkin dalam kondisi biaya hidup pas-pasan, akses transportasi yg sulit, atau kemampuan untuk mendapatkan beberapa obat.

e.      I: Ajarkan pasien untuk mengkonsumsi obat sesuai resep dan jangan melalaikan minum obat (tidak teratur).
R: Pasien lanjut usia mungkin minum obat secara tidak teratur untuk menghemat uang, mengurangi efek samping, atau mengurangi penggunaan obat karena ingin berhenti.
E: Apakah pasien mengkonsumsi obat sesuai resep atau anjuran dokter? Apakah pasien mengekspresikan mengenai masalah keuangan, efek samping, atau menghindari penggunaan.

f.        I: Ajarkan pasien untuk merubah posisi secara perlahan untuk mencegah jatuh
R:Obat antihipertensi dapat menyebabkan hipotensi, sehingga menimbulkan rasa pusing dan kelemahan yang memungkinkan pasien untuk jatuh.
E: Apakah pasien mengerti bagaimana cara merubah posisi secara perlahan?
Apakah pasien mengalami pusing atau kelemahan?

Diterjemahkan dari:  
William, Linda S. and Hopper, Paula D. 2007. Understanding Medical Surgical Nursing third edition. Philadelphia: E A. Davis Company.

Comments