Dilema perawat menulis blog

Ingin rasanya berbagi tulisan seputar ilmu keperawatan klinik yang menarik singkat dan mudah dibaca. Tapi ternyata sumber tulisan mengenai keperawatan yang diambil dari buku sering dianggap terlalu teoritis, kaku, dan tidak bisa disesuaikan dengan dunia perawat dilapangan. Saking sibuknya perawat lebih banyak mengerjakan tindakan non-keperawatan. Saya tertantang untuk  membuat tulisan yang lengkap dan praktis digunakan dilapangan, tidak terlalu mengawang-ngawang.

Bila saya menulis detail  pasti akan bosan dibaca dan menjenuhkan seperti buku. Tetapi bila dirangkum menjadi terlalu singkat, akan banyak hal penting yang hilang.

Solusinya adalah membuat tulisan yang pendek (singkat) hingga ke tulisan yang lebih panjang (lengkap). Inilah alasan saya mengapa hanya mengambil satu sumber buku saja dalam menulis ilmu keperawatan.

TexBook atau buku besar yang memusingkan, akan bermanfaat dan mudah dibaca setelah kita mencerna tulisan yang ringan. Dan sangat membosankan bila kita langsung membaca ke buku besar. Serta dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami. 

Buku adalah kunci yang luar biasa, untuk mendalami ilmu keperawatan dia area keperawatan medikal-bedah misalnya, tidak cukup hanya membaca buku keperawatan dasar dan keperawatan medikal-bedah saja. Diperlukan buku yang lain untuk menjabarkan isi dari masing buku-buku tersebut, bukan artinya penulis buku tersebut tidak mau menulis lengkap akan tetapi bila terlalu lengkap dan detail pasti tulisannya panjang, berlembar-lembar, buku pun menjadi lebih tebal.

Untuk lebih mengetahui etiologi penyakit, perawat dapat membaca buku mengenai patologi, pato fisiologi, yang sebelumnya dasar diperkuat dengan bacaan  dari buku fisiologi, anatomi, histologi,  cytologi, dsb. Tapi buat apa perawat terlalu dalam belajar toh kita tidak akan menjadi dokter , salah satu pesan dosen keperawatan saya, " Mahasiswa ini pada pinter bikin mind map patofisiologi tapi rencana keperawatannya pada lupa". Bukankah yang penting adalah  (bertindak) rencana asuhan keperawatannya. itulah ciri khas perawat untuk membantu memenuhi Kebutuhan Dasar Manusia.

Begitu pun saat perawat ingin mengetahui tentang obat, cara kerja, rasionalitas dan dosis tidak ditulis detail dalam buku keperawatan. Perawat harus membaca buku farmakologi, khususnya Farmakologi  untuk Perawat. Pada buku tersebut dijelaskan peran perawat dalam pemberian obat, seperti edukasi pada pasien-keluarga, memonitor efek samping obat, pemberian obat dengan prinsip 5 benar, cara menghitung obat, cara kerja obat , farmakodinamik dan farmakokinetik obat.  

Menurut saya informasi bacaan dalam buku keperawatan seperti keperawatan medikal bedah merupakan bacaan yang pas tidak terlalu banyak menjelaskan etiologi penyakit, tes diagnostik, atau obat-obatan, tetapi fokus pada penegakkan diagnosa keperawatan dan pembuatan rencana asuhan keperawatan.

Saya tertarik  dengan metode pembelajaran dalam sekolah agama atau mengaji yang tradisional, misalnya bahasan fiqih (tata cara ibadah) dimulai dari kitab yang ringan seperti Safinatun Naja, baru beranjak ke syarah (penjelasan Safinatun Naja) seperti kitab Kasyifatus Saja yang lebih tebal,  terus berlanjut ke kitab-kitab lain secara bertahap.  Hingga kitab yang lebih berat  seperti Bulughul Maram yang berisi hadis-hadis, terus syarah kitab  bulughul maram  yaitu kitab Subulus salam hingga kitab induk dari mazhab syafii seperti Al-um.

Seperti gelas yang sudah ada dan terisi setengah, ada yang mengatakan gelas ini terisi air setengahnya (karena mengangap baru diisi) dan ada yang mengatakan gelas ini setengahnya kosong (karena menggap setengah airnya habis diminum). Begitu pun tulisan yang panjang pasti berisis informasi lengkap tetapi membutuh waktu yang lama untuk dibaca dan terkadang membosankan. Sebaliknya, tulisan yang singkat (rangkuman), ringan dibaca, dapat membawa pembaca ke seluruh lingkup bahasan dengan cepat, tetapi isinya pasti kurang lengkap dan kata-katanya banyak yang hilang.Jadi terserah anda mau memulai baca darimana.

Comments