Patofisiologi Keperawatan Pneumonia

Pengertian
Dibawah ini merupakan beberapa pengertian pneumonia dari beberapa sumber:
1.            Penyakit infeksi akut dapat terjadi dibagian manapun dari sistem pernapasan, dari bagian telinga tengah ke hidung ke paru-paru. Pneumonia merupakan bentuk kondisi parah dari infeksi akut saluran pernapasan bawah  yang khusus mempengaruhi paru-paru (WHO, 2006).
2.            Pneumonia merupakan kondisi kelebihan cairan di paru yang diakibatkan oleh sebuah peroses inflamasi. Peroses inflamasi tersebut dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dan disebabkan oleh inhalasi agen penyebab iritasi (Ignatavicius & Workman, 2010).
3.            Pneumonia merupakan sebuah peroses peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, termasuk bakteri, mikrobakteria, chlamydiae, mycoplasma, jamur, parasit dan virus ( Brunner& Suddarths, 2008).

Klasifikasi
Beberapa sistem digunakan untuk mengklasifikasikan pneumonia, secara klasik, pneumonia dimasukan kedalam empat kategori; bacterial atau typical, atypical, anaerobic atau cavitary, dan opportunistic. Akan tetapi dalam pengkategorian ini, terjadi tumpang tindih dalam menentukan mikroorganisme yang menjadi penyebab pneumonia typical dan atypical. Sehingga, pengklasifikasian yang lebih luas dilakukan dengan mengkategorikan pneumonia menjadi pneumonia yang diperoleh di masyarakat atau CAP (Community-Acquired Pneumonia), pneumonia yang didapat di rumah sakit atau HAP ( Hospital-Acquired Pneumonia ), pneumonia pada pejamu yang mengalami penurunan sistem imun, dan pneumonia akibat aspirasi. Tetapi walaupun sudah diklasifikasikan, disini pun terjadi tumpang tindih tentang bagaimana penyebab pneumonia yang spesifik diklasifikasikan berdasarkan perbedaan tempat terjadinya pneumonia ( Brunner& Suddarths, 2008). 

Etiologi Umum
Pneumonia mempunyai banyak penyebab, diantaranya yaitu :
1.            Pneumonia akibat bakteri ( Bacterial Pneumonia)
Penyebab terbanyak dari pneumonia akibat bakteri yang terjadi dimasyarakat (Community-Acquired Pneumonia) disebapkan oleh Streptococcus pneumonia yang juga dikenal sebagai  pneumococcal pneumonia. Organisme ini menjadi 90% penyebab tersering pneumonia akibat bakteri. Sedangkan bakteri lainnya yang juga menjadi penyabab paling sering adalah Staphylococcus aureus dan  Mycoplasma pneumonia.
Untuk infeksi Bakteri pneumonia yang terjadi di rumah sakit (Hospital-Acquired Pneumonia) paling banyak disebapkan oleh  Escherichia coli, Haemophilus influenzae, dan  Pseudomonas aeruginosa. Untuk Hospital-Acquired Pneumonia ini, seringkali lebih serius karena bakteri penyebab lebih resisten terhadap antibiotik.

2.            Pneumonia akibat virus ( Viral Pneumonia)
Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan Influenza Virus merupakan pathogen yang paling sering menyebabkan pneumonia akibat virus. Hadirnya penyakit pneumonia akibat virus ini juga, dapat  meningkatkan kerentanan pasien untuk  mengalami infeksi pneumonia sekunder yang disebabkan oleh bakteri.  Secara umum, pasien mengalami sakit yang lebih ringan akibat pneumonia yang disebapkan virus dibandingkan dengan pneumonia yang disebapkan bakteri.
3.            Pneumonia akibat jamur (Fungal pneumonia)
Candida dan Aspergillus merupakan dua tipe jamur yang dapat menyebabkan pneumonia. Pneumocystis carinii (PCP) merupakan salah satu tipe jamur yang menyebabkan peneumonia pada pasien dengan AIDS.
4.            Pneumonia akibat aspirasi (Aspiration Pneumonia)
Beberapa pneumonia disebabkan oleh aspirasi substansi asing. Hal ini paling sering terjadi pada pasien yang mengalami penurunan tingkat kesadaran atau pasien yang mengalami kegagalan reflek muntah. Kondisi ini dapat terjadi akibat ingesti alkohol, stroke, anestesi umum, seizure, dan akibat penyakit serius lainnya. Pneumonia akibat aspirasi dapat meningkatkan resiko untuk kemudian mengalami pneumonia yang disebabkan oleh bakteri.
5.            Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator (Ventilator–Associated Pneumonia)
Tipe pneumonia akibat aspirasi dan yang berhubungan dengan ventilator, terjadi pada pasien-pasien  yang terpasang alat  intubasi dan mesin ventilasi. Selang endotrakeal menjaga agar glottis terbuka, sehingga hasil sekresi dapat teraspirasi kedalam paru.
6.            Pneumonia akibat kondisi hipostatik (Hypostatic Pneumonia)
Pasien yang mengalami kondisi hipoventilasi akibat tirah baring, immobilitas, atau pernapasan dangkal,  beresiko mengalami pneumonia ini. Sekresi yang terkumpul di seluruh area paru dapat menyebapkan peradangan dan infeksi.
7.            Pneumonia akibat bahan kimia (Chemical Pneumonia)
Inhalasi bahan kimia beracun dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan pneumonia (Linda S. Williams & Paula D, 2007).
Penularan pada Anak
Pathogen penyebab pneumonia anak dapat mencapai paru-paru melalui berbagai rute. Meskipun informasi pathogenesis pneumonia pada anak terbatas, tetapi scara luas dipercaya bahwa bakteri pathogen yang biasanya menyebabkan pneumonia sering berada di hidung dan mulut anak dan selanjutnya terinhalasi kedalam paru-paru dan menyebabkan infeksi. Pathogen juga di tularkan melalui kontaminasi udara oleh droplet atau melalui darah. Selama atau setelah peroses persalinan, bayi memiliki resiko tinggi mengalami pneumonia akibat kontak dengan saluran rahim yang terkontaminasi selama peroses melahirkan (UNICEF/WHO, 2009).

Patofisiologi
Ketika mikroorganisme penyebab pneumonia berkembang biak, mikroorganisme tersebut mengeluarkan toksin yang mengakibatkan peradangan pada jaringan paru yang dapat menyebabkan kerusakan pada membran mukus alveolus. hal tersebut dapat memicu  perkembangan edema paru dan eksudat yang mengisi alveoli sehingga mengurangi luas permukaan alveoli untuk pertukaran karbon dioksida dan oksigen. Peradangan mungkin terfokus hanya pada satu lobus atau tersebar di beberapa bagian paru,  jika hanya terfokus pada satu lobus disebut  lobar pneumonia. Sedangkan secara umum, pneumonia yang lebih serius disebut bronchopneumonia yang lebih sering terjadi akibat infeksi nosokomial pada pasien yang mengalami hospitalisasi (Linda S. Williams & Paula D, 2007).

Mind Map / Clinical Pathway / Patofisiologi (patofis) Keperawatan pada Pneumonia


Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala untuk pneumonia akibat bakteri dan virus hampir sama. Akan tetapi, tanda dan gejala pneumonia akibat virus lebih banyak dari pada tanda dan gejala pneumonia yang diakibatkan bakteri.  Tanda dan gejala yang diakibatkan oleh pneumonia meliputi; napas cepat atau sulit bernapas, batuk, demam, mengigil, hilang nafsu makan dan suara napas tambahan wheezing.
Pada anak, ketika pneumonia menjadi parah,  biasanya terjadi retraksi dinding dada bawah. Infant menjadi tidak dapat makan atau minum dan juga mengalami ketidaksadaran, kondisi hipotermia, dan kejang (WHO, 2009).

Komplikasi
Komplikasi pada pneumonia sering terjadi pada pasien dengan penyakit kronis lainnya. Pleurisy dan  pleural effusion merupakan dua komplikasi yang sering terjadi dan secara umum terjadi dalam 1 hingga 2 minggu. Atelectasis  dapat terjadi sebagai akibat penumpukan secret. Komplikasi lainnya dapat menyebabkan penyebaran infeksi kebagian tubuh yang lain, menyebabkan sepsis, meningitis, artitis septik, perikarditis, atau endokarditis. (Linda S. Williams & Paula D, 2007)
Pada anak, khususnya infants dengan staphylococcal pneumonia dapat mengalami empyema, pyopneumothorax, atau tension pneumothorax. Otitis media akut dan efusi pleura merupakan kondisi yang biasa menyertai staphylococcal pneumonia. Sebuah laporan baru-baru ini menunjukan peningkatan angka anak yang mengalami hospitalisasi dengan komplikasi berat akibat staphylococcal pneumonia seperti nekrosis, empyema, komplikasi efusi pneumonik, dan abses paru-paru. Alasan untuk peningkatan komplikasi tersebut tidak diketahui (Hockenberry & Wilson, 2007).

Intervensi terapeutik
Antibiotik spektrum luas diberikan pertama kali sebelum hasil analisis sepesimen kultur diperoleh secara lengkap. Setelah hasil kultur dan sensitifitas didapat, spesifik antibiotik digunakan bila penyebabnya adalah bakteri. Banyak pasien yang dapat di terapi menggunakan antibiotik oral, khususnya untuk pasien yang tidak rawat inap (out patient).  Sedangkan untuk pasien balita muda dan orang lanjut usia,  perawatan hospitalisasi dan terapi intravena di butuhkan.  Jika pneumonia diakibatkan oleh virus, istirahat dan pemenuhan cairan di rekomendasikan dan biasanya terapi obat antiviral digunakan. Expektorant, bronkhodilator, dan analgesik dapat diberikan untuk kenyamanan dan pengurangan gejala.  Nebulizer uap atau inhaler dosis meter digunakan dalam pemberian bronkodilator. Nasal kanul dan masker juga digunakan untuk pemberian oksigen jika dibutuhkan (Linda S. Williams & Paula D, 2007).

Sumber:
Brunner and Suddarth, S. 2008. Text Book Of Medical Surgical Nursing eleventh edition. United States Of America : Lippincott Raven Publishers.
                  .2010. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Direktorat Jenderal  PP&PL.
Hockenberry and Wilson. 2007. Wong’s Nursing Care of Infants and Childern eight edition. Canada:  Mosby Elsevier.
Ignatavicius and Workman. 2010. Medical-Surgical Nursing Patient-Centered Collaborative Care sixth edition. United States Of America : Saunders Elsevier.
William, Linda S. and Hopper, Paula D. 2007. Understanding Medical Surgical Nursing third edition. Philadelphia: E A. Davis Company.

WHO and UNICEF. 2004 . Joint Statement on Management of Pneumonia in the Community. New York. Available at : http://www.unicef.org ( diakses Desember 2010).

Comments