HBM
merupakan model teori yang didesain untuk menjelaskan perilaku
kesehatan lewat pemahaman seseorang akan keyakinan tentang kesehatan. Pada
awalnya menjelaskan mengapa individu mau berpartisipasi dalam kegiatan skrining
kesehatan atau imunisasi dan mulai dikembangkan untuk tipe perilaku kesehatan lainnya. Teori ini diadaptasi dari teori ilmu perilaku (behavioral sciences theory). Pertama kali diperkenalkan pada tahun
1950 oleh psikolog yang bekerja di pelayanan kesehatan publik Amerika (Hocbaum,
Rosenstock, keventhak, dan kegeles). Yang memfokuskan penerapan teori untuk
peningkatan pelayanan preventif
(bersifat pencegahan) seperti pemeriksaan rontgen untuk skrining TB paru dan
vaksinasi untuk flu. Teori ini berangapan pada dasarnya seseorang takut terhadap
penyakit. Dan upaya kesehatan berfokus pada upaya untuk memotivasi orang
tersebut berkaitan dengan tingkat ketakutan (Perceived threat) dan tindakan memperoleh keuntungan (benefit).
HBM terdiri dari empat pilar
keyakinan (belief) yang mewakili
persepsi terhadap ancaman dan presepsi memperoleh keuntungan: 1) perceived susceptibility (persepsi
kerentanan/ perasaan rentan), 2) perceived
severity (persepsi keparahan), 3) perceived benefits (persepsi keuntungan), dan 5) perceived barriers (persepsi
hambatan/halangan).
Pada
intinya. Model ini memberikan gagasan mengenai kemungkinan individu untuk
mengambil tindakan terhadap masalah kesehatan yang dialami berdasarkan kepada
interaksi antara 4 tipe keyakianan (belief)
atau presepsi (perceive). Model ini
dapat memprediksi (meramalkan) individu akan cenderung mengambil tindakan untuk
melindungi atau mendukung kesehatan jika:
1)
Mereka
merasa diri mereka rentan (beresiko) terhadap sebuah kondisi masalah kesehatan
(Perceived susceptibility)
2)
Mereka
percaya hal tersebut berpotensi membuat dampak atau masalah yang serius (perceived
severity)
3)
Mereka
percaya terhadap upaya atau tindakan yang dapat mengurangi resiko atau
meminimalkan dampak buruk (perceived benefits)
4)
Mereka
percaya keuntungan dengan mengambil tindakan dibarengi dengan harga yang harus
dibayar atau hambatan (perceived barriers)
Konsep ini bertujuan sebagai perhitungan atau prediksi mengenai
“ kesiagaan tindakan” seseorang. Atau didalam konsep HBM dikenal sebagai cues to action (Isyarat tindakan) yang
akan mengaktifkan kesiagaan dan merangsang perilaku yang sebenarnya. Dan
tambahan terbaru dari konsep HBM adalah self-efficacy (kemanjuran/keberhasilan
diri) atau kepercayan diri seseorang mengenai kemampuan diri untuk
mengsukseskan tindakan. Konsep tersebut ditambahkan oleh Rosentock dan
lainnya pada tahun 1988 untuk membantu teori
model HBM agar lebih baik lagi dalam menghadapi tantangan untuk mengubah
perilaku dan kebiasan tidak sehat seperti gaya hidup sekunder (kurang
aktifitas), merokok, atau makan
berlebihan.
Pada awalnya, HBM dikembangkan
untuk menolong menjelaskan mengenai fenomena
kesehatan yang berhubungan dengan perilaku. HBM memandu untuk memahamai
perilaku hidup seseorang terhadap kesehatan dengan pertanyaan “mengapa” (misalnya,
mengapa orang tidak mau mengikuti skrining tuberkulosis gratis?) sehingga
jawabannya nanti mampu menjadi titik acuan dalam melakukan strategi perubahan .
Harapan tersebesar dari mengaplikasikan teori HBM
adalah untuk menolong mengembangkan pesan ajakan kepada seluruh individu agar mau membuat keputusan hidup
sehat.
Konsep dalam Health Belief Model:
1.
Perceived Susceptibility (persepsi kerentanan): Sebuah
pemikiran (keyakinan) mengenai perubahan atau kerentanan karena kondisi yang akan dialami. Penerapan:
menjelaskan bahwa populasi (masyarakat) memiliki resiko, tingkat resiko bisa
tinggi, sedang, atau rendah berdasarkan kepada kecenderungan perilaku tidak
sehat, meningkatkan persepsi kerentanan (Perceived
susceptibility) jika memang masyarakat memiliki keyakinan atau presepsi
yang rendah.
2.
Perceived Severity (persepsi
keparahan/kegawatan): Sebuah pemikiran (keyakinan) tentang bagaimana seriusnya
sebuah kondisi. Penerepan: akibat yang sepesifik dari resiko dan kondisi
tersebut.
3.
Perceived Benefit (persepsi keuntungan/manfaat):
Sebuah pemikiran (keyakinan) mengenai keberhasilan dari pelaksanaan sebuah
tindakan (anjuran) untuk mengurangi resiko atau dampak serius. Penerapan: Menjelaskan
mengenai bagaimana tindakan yang harus dilakukan, bagaimana caranya, dimana,
dan kapan tindakan itu dilakuakan. Klarifikasi manfaat/keuntungan yang didapatkan apakah sesuai dengan yang
diharapkan.
4.
Perceived Barrier (persepsi hambatan/halangan):
Sebuah pemikiran (keyakianan) mengenai harga atau nilai yang harus dibayar saat
menjalankan anjuran (faktor penghalang). Penerapan: Indentifikasi berbagai faktor penghambat dan kurangi berbagai
faktor penghambat melalui upaya penentraman , pemberian dorongan, dan
bimbingan.
5.
Cues to action (isyarat tindakan): Strategi
untuk mengaktifkan kesiagaan (kesiapan). Penerapan: Berikan informasi, dukung
kesadaran, dan pengingatan agar lebih cenderung untuk menerima anjuran.
6.
Self efficacy (kemajuran/keberhasilan diri):
Kepercayaan diri mengenai kemampuan untuk melakukan tindakan. Penerapan: Berikan
pelatihan, panduan dalam melakukan tindakan.
Aplikasi dari teori HBM:
Kasus Hipertensi
Kampanye
skrining (pemeriksaan) tekanan darah tinggi, dilakukan untuk mengindentifikasi
orang yang beresiko mengalami serangan jantung dan stroke. Tetapi, orang yang
mengalami hipertensi tidak selalu mengeluh sakit malahan sebagian besar orang
dengan hipertensi tidak mengalami gejala apa pun. Jadi, orang-orang tersebut
berpikir tidak perlu mengkonsultasikan masalah hipertensi dengan dokter, mengikuti
anjuran untuk diet rendah garam, mengontrol berat badan, atau meminum obat anti
hipertensi. Karena faktanya, hanya sebagian kecil orang dengan hipertensi (tekanan
darah > 140/90 mmHg) yang mengeluhkan gejala seperti sakit kepala, mimisan, nafas
pendek, dan kecemasan. Sering
pertama kali pasien dengan hipertensi didiagnosa ketika hendak mencari bantuan
kesehatan untuk alasan yang tidak berhubungan dengan hipertensi. Oleh karena
itu, Hipertensi disebut sebagai “silent killer” pembunuh diam-diam. Teori Health Belief Model, dapat sangat
berguna dalam menganalisa perilaku ketidakpatuhan tersebut.
Sebelum seseorang menerima
diagnosa hipertensi dan mengikuti treatmen atau Regimen yang dianjurkan, 1)
Seseorang tersebut harus yakin bahwa kondisi hipertensi dapat terjadi tanpa
mengalami gejala apa pun (penyakit “silent killer”)->Perceived susceptibility: sejauh mana sesorang merasa rentan atau
beresiko mengalami penyakit tersebut. 2) Hipertensi dapat menyebabkan serangan
jantung dan stroke-> perceived
severity: sejauh mana seseorang merasa takut atau mengangap hipertensi merupakan hal yang gawat dan
memiliki dampak yang parah. 3) Mengikuti anjuran untuk meminum obat dan
menurunkan berat badan dapat mengurangi resiko hipertensi -> perceived benefit: sejauh mana anggapan
seseorang bahwa dengan mengikuti anjuran petugas kesehatan akan memberi manfaat
tehindar dari resiko tersebut, jadi sejauh mana nilai keuntungan tersebut di
maknai apakah sangat berharga atau tidak. 4) Pelaksanaan anjuran untuk
mengontrol hipertensi dengan obat atau penurunan berat badan tidak
meyebabkan efek samping atau kesulitan
dalam pelaksanaanya -> Perceived
Barrier: sejauh mana seseorang mengangap bahwa untuk mencapai hal tersebut
harus ada yang dikorbankan atau ada harganya misalnya tidak boleh merokok,
harus meluangkan waktu untuk berolahraga, makan tidak enak karena harus
mengurangi konsumsi garam, jadi sering kecing akibat efek dari obat hipertensi
(diuretik), dll. 5) Apa yang akan dilakukan individu melakukan anjuran tersebut
atau malah menolak -> Cues to action
(isyarat tindakan): kearah mana seseorang condong berperilaku setelah mempertimbangkan
perceived susceptibility, severity,
benefit, dan Barrier. Komponen cues to action dapat di perkuat melalui,
pembagian leaflet atau informasi mengenai hipertensi, surat pos sebagai reminder (pengingat), kalender minum obat
yang dapat membatu konsintesi perilaku, pembuatan kelompok senam, dll. 6) jika
individu mempunyai pengalaman kegagalan sebelumnya mengenai sulit untuk
berolahraga dan menjaga keteraturannya, maka dibutuhkan upaya untuk
meningkatkan self Eficacy (kemanjuran
diri): keyakinan bahwa individu tersebut mampu untuk melakukan hal tersebut.
Dapat diperkuat melalui pelatihan dan pendampingan.
HBM bisa menjadi sebuah model
yang baik, jika masalah kesehatan yang
muncul hanya menyangkut masalah motivasi sebagi bahasan utamanya. Konsep HBM harus
mendapat tambahan bila diterapkan pada rung lingkup yang lebih luas seperti diberi tambahan dengan konsep motivasi sosial atau ekonomi, seperti sesorang akan
terlihat lebih menarik jika berat badan turun dan akan menghemat uang jika
berhenti merokok. Akan tetapi, tambahan tersebut akan didapatkan dari model atau
teori kesehatan lain, karena fokus utama
HBM hanya kepada faktor-faktor yang berada di dalam individu itu sendiri (intrapersonal).
Penyuluhan HIV.
Membuat materi penyuluhan misalnya “perilaku sex aman”,
menggunakan Panduan dari teori HBM. Berarti individu dibuat agar:
1)
Yakin (percaya) mereka rentan terhadap HIV->Perceived susceptibility
2)
Yakin akibat infeksi HIV sangat serius (misalnya AIDS, berbagai infeksi
sekunder yang dapat terjadi, kerugian ekonomi & sosial) -> perceived severity
3)
Yakin resiko HIV dapat diminimalisir dengan perilaku seperti setia pada
pasangan, melakukan sex dengan cara yang aman, hidup selibat (membujang) dll
yang mampu mengurangi resiko HIV. -> perceived
benefit
4)
Yakin bahwa keuntungan dari
perilaku tersebut lebih besar harga manfaatnya daripada faktor penghalangnya
dan ada harga yang harus dibayar misalnya
mengurangi kesenangan akibat pengunaan alat pelindung (kondom) atau ketidak
percayaan pasangan. Contoh diluar negeri dengan kebudayaan buruk sex bebas,
penggunaan kondom pada pasangan saat berhubungan dianggap sebagai bentuk ketidak
percayaan atau mengangap pasanganya
tidak setia atau memiliki penyakit seksual menular. Sehingga atas nama cinta
dan kepercayaan buta penularan HIV sangat mudah terjadi. Anehnya fakta ini
berbanding terbalik pada komunitas
gay, penggunaan kondom dianggap sebuah
kepercayan. Hal ini terjadi, karena
sulitnya kaum gay untuk membuat hubungan monogami karena tidak disahkannya lembaga perkawinan untuk sesama jenis.
Membuat mereka lebih cenderung berganti-ganti pasangan, serta hubungan sex anal yang mengharuskan mereka
menggunakan kondom. Sehingga penggunaan kondom pada kelompok gay dianggap sebuh kepercayaan dan bentuk rasa sayang
untuk melindungi pasangannya dari HIV dan penyakit menular lainya. Akan tetapi
faktanya, dibandingkan kaum heteroseksual pengidap HIV terbesar masih berasal
dari kaum gay. -> Perceived Barrier
5)
Menerima dukungan untuk melakukan tindakan yang benar melalui sebuah
rangsangan atau faktor pendukung (misalnya kampanye HIV melalui media masa). ->
Cues to action
6)
Keyakinan pada kemampuan diri untuk berhasil melakukan tindakan tersebut
seperti selalu melaksanakan dan menjaga perilaku sex aman. -> Self Eficacy
Peningkatan Angka Imunisasi
Penelitian menunjukan
bagaimana manfaat penggunaan surat atau kartu pos untuk mengingatkan (reminder) orang tua untuk melakukan
imunisasi yang menyebabkan kenaikan angka imunisasi anak. Hawe dan colleagues pada tahun 1998
meneliti perbedaan dari dampak peningkatan angka imunisasi dengan menggunkan
HBM sebagai panduan dalam membuat kartu
pesan pos singkat untuk mendorong para orang tua membawa anak mereka
untuk imunisasi, dengan kartu pos standar yang hanya memberi tahukan waktu dan
tempat imunisasi. Ini merupakan modifikasi sederhana, dalam mengaplikasikan HBM
sebagi panduan dalam mebuat kartu pos menyebabkan peningkatan angka imunisai
pada kelompok komunitas yang di uji.
Kesimpulan:
Health Belief Model (HBM) akan sangat
berguna jika diaplikasikan kepada model perilaku yang awal mulanya dijelaskan oleh teori model HBM yaitu kepada
upaya-upaya yang bersifat preventif seperti skrining dan imunisasi. Teori HBM
akan kurang bermanfaat jika digunakan pada perilaku yang berkaitan dengan efek jangka
waktu lama, komplek, dan berkaitan
dengan masalah sosial seperti contohnya pada fenomena merokok dan mengkonsumsi
alkohol. Kenapa pada fenomena merokok teori HBM kurang tepat digunakan karena,
para perokok sudah tahu dampak rokok yang berada dilabel kemasan rokok, disiarkan
di media masa seperti Televisi, radio, dll,
tapi tidak meningkatkan perceived
susceptibility dan perceived severtiy
para perokok. Selain itu karena dampak
yang ditimbulkan rokok sangat lama untuk bisa ditinjau langsung (seperi
kangker, penyakit, jantung, & impotensi) dan ada campur tangan pemerintah
karena rokok menyumbang pendapat pajak yang besar bagi negara, sehingga masalahnya
sangat kompleks sehingga tidak cocok dijelasakan oleh teori HBM.
Walupun begitu, tetap Keuntungan
dari model ini merupakan cara yang sederhana untuk menggambarkan pengaruh
keyakinan (belief) seseorang tentang
kesehatan terhadap tindakan untuk melindungi atau memperbaiki kesehatannya. Sudah
lebih dari tiga dekade penelitian menunjukan dukungan perubahan pada keyakinan
menyebabkan perubahan pada perilaku kesehatan yang berkontribusi terhadap
perbaikan status kesehatan. Perubahan pada pengetahuan (dari tidak tahu menjadi
tahu) dan keyakinan akan selalu menjadi bagian dari program promosi
kesehatan. dan Health Belief Model dapat menjadi titik acuan atau panduan dalam
memberikan pesan untuk memperbaiki pengetahuan (knowledge) dan keyakinan (belief)
khususnya memberikan pesan yang didisain untuk promosi kesehatan yang dipublikasikan
melalui media masa.
Sumber:
Maggie davies and Wendy Macdowall. 2006.
Understanding Public Health: Health
Promotion Theory. England: London School of Hygiene & tropical
medicine. Available at : http://www.openup.co.uk
(diakses 2013)
National Institutes of Health. Theories of Health Behavior. United States of America.
Available at : http://oc.nci.nih.gov
(diakses 2013)
Comments
Post a Comment