Miokard infark (Myocardial Infarction)

Miokard infark (Myocardial Infarction), biasa dikenal dengan istilah serangan jantung, menyebabkan kematian otot jantung. Dampaknya menyebabkan kerusakan yang permanen pada otot jantung (miokardium). MI terjadi akibat sumbatan parsial atau total pada pembuluh arteri koroner, yang menyebabkan penurunan suplai darah ke sel.  Luas kerusakan pada otot jantung berbeda-beda tergantung pada lokasi dan jumlah sumbatan pada pembuluh arteri. Kemampuan jantung untuk berkontraksi, berelaksasi, dan mendorong darah keseluruh tubuh membutuhkan otot jantung yang sehat. Ketika pasien mengalami MI, bagian pada otot jantung tidak berfungsi seperti seharusnya. Konduksi jantung, aliran darah, dan fungsinya dapat mengalami perubahan yang dramatis akibat MI.
kejadian MI Biasa terjadi  pada pria usia 40 tahun dengan atherosklerosis. Meskipun MI dapat terjadi pada usia berapa pun pada pria atau wanita. Wanita yang merokok dan menggunakan kontrasepsi oral lebih bersiko mengalami MI.

A. Patofisiologi
Miokard infark tidak terjadi secara singkat. Injuri iskemik berkembang beberapa jam sebelum menjadi nekrosis atau infark yang sempurna. Peroses iskemik mempengaruhi lapisan subendocardial, yang paling sensitif terhadap hipoksia. Mekanisme  ini mengakibatkan penekanan pada kontraktilitas otot jantung (miokardium). Tubuh mencoba untuk mengkompensasi penurunan fungsi jantung dengan merangsang sistem saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan heart rate. Perubahan pada heart rate menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen , yang selanjutnya menekan miokardium.
Iskemia yang berkepanjangan dapat mengakibatkan kerusakan seluler dan nekrosis pada otot jantung. Setiap kali nekrosis terbentuk pada bagian area jantung, fungsi kontraktilitas bagian sel jantung tersebut menghilang secara permanen. Jantung memiliki zona iskemik dan area injuri disekitar area nekrotik. Zona injuri selanjutnya berpotensi menjadi zona nekrotik dan rentan mengalami nekrosis. Jika treatmen dimulai dalam satu jam pertama terjadinya gejala MI, kerusakan pada area jantung dapat diminimalisir.  Disekitar area injuri adalah area iskemik dan jaringan yang dapat hidup. Jika jantung berespon terhadap treatmen, arae ini dapat dibangun ulang dan memelihara sirkulasi kolateral. Jika iskemia berkepanjangan mengambil alih, ukuran infark menjadi amat luas. Ukuran infak bergantung pada seberapa cepat suplai darah yang berasal dari arteri yang tersumbat dapat dipulihkan.

Area yang dipengaruhi oleh MI bergantung pada pembuluh arteri koroner yang terpengaruh dan besarnya sumbatan koroner. Dengan memahami anatomi jantung dan area MI dapat menolong perawat mengantisipasi disritmia, gangguan konduksi, dan gagal jantung yang merupakan komplikasi utama dari MI.
Cabang anterior intraventricular dari arteri koroner kiri merupakan area yang memberi makan bagian otot jantung anterior, yang mempengaruhi sebgian besar ventrikel kiri. Sebuah sumbatan pada area ini menyebabkan jantung anterior mengalami MI. Ketika bagian ventrikel kiri terpengaruhi dapat menyebabkan kehilangan fungsi yang parah pada bagian ventrikel kiri jantung, menyebabkan perubahan status hemodinamik yang parah bagi pasien.

Bagian arteri koroner kanan (Right coronary Artery) memberi makan jantung bagian inferior dan bagian nodus atrioventrikular dan nodus sinoatrial. Sebuah sumbatan pada RCA dapat menyebabkan Inferior MI dan pembentukan implus dan konduksi yang abnormal. Disritmia yang serius dapat terjadi pada awal inferior MI yang dapat mengancam jiwa.

Arteri koroner sirkumflek memberi makan bagian jantung lateral dan bagian jantung posterior. Lesi pada bagian sirkumflek menyebabkan infark pada bagian lateral jantung pada bagian ventrikel sebelah kiri.

B.Tanda dan Gejala
Nyeri dada merupakan gejala klasik pada MI. Nyeri dimulai tiba-tiba dan berlanjut tanpa berkurang dengan beristirahat atau menggunakan NTG. Nyeri berpusat di bagian dada tengah dan biasa digambarkan sebagai nyeri tertimpa benda berat, terhimpit, atau seperti gajah berdiri di dada, dan nyeri menyebar ke punggung, salah satu atau kedua tangan, pundak, leher, dan rahang. Nyeri dapat meniru sakit maag atau serangan batu empedu dengan nyeri perut dan muntah. Gejala klasik MI meliputi nafas pendek, pusing, mual, dan berkeringat. Ketika mendengarkan suara paru, krakel dan wheezing mungkin terdengar. Pulse nadi cepat atau ireguler, dan mungkin terdapat suara tambahan (S3 atau S4). Adanya suara tambahan mengindikasikan adanya kegagalan ventrikel.

Seseorang sering menolak atau gagal mengenal bahwa mereka mengalami MI karena mereka mengalami gejala MI yang tidak biasa (atypical) atau gejalanya mirip dengan gejala ringan seperti sakit maag. Pasien melaporkan bahwa gejala MI yang mereka alami tidak seperti apa yang mereka bayangkan atau mereka tonton ditelevisi (karena pada kenyataannya sering tidak sama dengan yang terjadi di kehidupan nyata) sehingga cenderung menunda treatmen. Sesorang sering menunda 2 hingga 24 jam sebelum mencari pertolongan tenaga medis. Namun satu jam pertama setelah gejala serangan sangat penting untuk mencari terapi reperfusi yang mengembalikan aliran darah, meminimalisisr kerusakan jaringan, dan menyelamatkan hidup.

C. Wanita dan Kesehatan Jantung
Penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian di Amerika Serikat. Wanita Amerika Serikat enam kali lebih banyak meninggal akibat penyakit jantung dari pada kangker payu dara. Penyakit jantung membunuh lebih banyak wanita daripada kombinasi kangker pada kelompok usia 65 tahun. Etnik atau keturunan menjadi faktor penyebab pada wanita. Wanita afrika-amerika beresiko lebih sering mengalami serangan jantung  daripada wanita lain. Dibandingkan,  pada laki-laki Wanita cenderung mengalami MI pada usia lanjut. Wanita juga lebih beresiko tinggi mengalami kematian dan komplikasi seperti ventrikular fibrilasi dan gagal jantung daripada pria.

Wanita lebih sering mengalami nyeri dada tetapi juga lebih sering mengamai gejala atypical daripada pria. Penelitian memfokuskan mengenai  pemahaman terhadap wanita dan penyakit jantung. Gejala atypical yang dilaporkan pada wanita meliputi kelelahan hebat, nyeri epigastrik, nyeri rahang, nyeri lambung, mual, dan muntah, sesak, nafas pendek, dan kram di bagian dada. Persentasi tertingi pada wanita (lebih dari 50 %) mengalami gejala prodmoral (awitan/ awal) satu bulan sebelum mengalami akut MI. Gejala ini meliputi fatigue, gangguan tidur, nafas pendek. Kurang dari 30 % mengeluhkan ketidaknyaman pada dada. Kegagalan dalam menacri bantuan kesehatan karena perempuan mengangap ini sebagai penyakit wanita sehingga meningkatkan angka kematian (mortalitas) pada wanita.

D. Pertimbangan Gerontologi
Bersama pertambahan usia jantung mengalami penurunan ke-elastisan dan penurunan kemampuan untuk merespon perubahan tekanan. Ini menyebabkan peningkatan hambatan dalam kerja memompa darah dan menyebabkan beban kerja miokardium meningkat untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Pasien usia lanjut harus diberitahu jangan menyepelekan gejala seperti nafas pendek, kelamasan, atau kecepatan jantung yang lemah, atau ketidaknyamanan pada dada. Beberapa MI terjadi tanpa adanya nyeri. Ini yang disebut sebagai sillent MI yang sering terjadi pada usia dewasa lanjut. Juga terjadi pada pasien diabetes. Ketika nyeri tidak muncul, hanya serangan gejala yang tiba-tiba seperti  nafas pendek, pingsan, gelisah, atau jatuh. Persentasi gejala atypical terjadi pada usia lebih dari 85 tahun. Karena pada usia lanjut memiliki lebih banyak waktu untuk membentuk sirkulasi kolateral dari pada pada orang yang lebih muda, sehingga tidak banyak memiliki komplikasi dengan MI.

Pada usia lanjut, terapi revaskularisasi seperti angioplasti dan pembedahan bypas lebih baik untuk memperbaiki kualitas hidup tanpa meningkatkan resiko kematian. Terapi statin juga memperlihatkan pengurangan mortalitas pada usia lebih dari 80 tahun.

E. Tes diagnostik
Pasien yang mengalami sakit dada dan memilki riwayat keluarga dengan MI harus mempertimbangkan resiko MI dan menjalani serangkaian pemeriksaan hingga hasil pemeriksaan menyingkirkan kemungkinan diagnosa tersebut. Indikator yang paling berguna adalah riwayat pasien sebelumnya jika pernah  mengalami MI, EKG, serum jantung troponin I atau T, mioglobon, dan kadar CK-MB. Kadar magnesium juga harus dicek, khususnya yang menggunakan terapi diuretik. Sebelum terapi trombolitik atau heparin, PT (Prothrombine Time ) dan PTT (Partial Trombopastin Time) ditentukan. EKG dapat  menunjukan area yang mengalami infark, yang berarti juga merupakan area yang mengalami iskemik. Kerusakan miokardium terlihat dengan  adanya elevasi ST segment. Adanya gelombang Q patologis, atau keabnormalitasan gelombang T. Pemeriksaan Serial EKG di laksanakan untuk memonitor perubahan yang mengindikasikan kerusakan atau iskemia jantung.

F. Intervensi Terapeutik
 Treatmen harus dicari dalam 5 menit untuk nyeri dada apa pun yang menetap dan  tidak hilang. AHA (American Heart Association) merekomendasikan mengunyah satu obat aspirin pada saat serangan nyeri dada. Kegagalan dalam mencari pelayananan kesehatan dapat membatasi pilihan treatmen dan menyebabkan kerusakan jantung yang lebih parah. Pasien butuh diajarkan bahwa waktu adalah jantung, karena semakin lama dengan MI semakin banyak otot jantung yang mati.

Adanya nyeri dada mengindikasikan kurangnya suplai oksigen ke miokardium. Treatmen yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan suplai oksigen ke otot jantung.
Oksigen. Oksigen di berikan segera, biasanya 2 L permenit dengan nasal canul. Terapi oksigen dibatasi 6 jam pertama bagi pasien yang stabil. Banyak oksigen menyebabkan vasokontriksi sistemik, yang meningkatkan beban kerja miokardium.  Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan untuk melihat kadar kebutuhan oksigen pasien. Saturasi oksigen harus dimonitor dan dijaga diatas 94%. Oksigen dapat diberikan melalui masker jika kosentrasi oksigen yang lebih tinggi dibutuhkan.

Obat-obatan. Obat-obat seperti antiplatelet, statin, ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors), dan beta blocker harus dipertimbangkan dalam penggunaannya. Dan sudah dijelaskan dalam pembahasan angina.

Analgesik. Diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Morphine sulfate merupakan natkotika yang paling umum digunakan untuk beberapa alasan. Biasanya diberikan berangsur-angsur dengan dosis 2-8 mg melalui intravena per 5 - 15 menit hingga nyeri hilang. Lalu dilakukan pemantauan untuk gejala hipotensi, penekanana nafas, sedasi berlebihan, dan sensitivitas terhadap morphine. Selain untuk mengurangi rasa nyeri morphine berfungsi mengurangi kecemasan, membuka bornkus (bronkodilator), dan mengurangi preload dan afterload yang dapat membantu meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium.

Vasodilator. NTG (Nitrotrigliserin) sublingual, topikal, atau drip intravena dapat diberikan untuk vasodilatasi agar mensuplai lebih banyak darah ke miokardium untuk mengurangi nyeri dan beban kerja jantung. Pada fase akut, rute IV biasa digunakan. Nitrat seharusnya tidak diberikan jika tekanan sistolik pasien kurang dari 90 mmHg atau 30 mmHg lebih dibawah tekanan normal. Baradikardi yang parah dengan denyut nadi  kurang dari 50 x/menit. Atau jika pasien telah mendapat phosphodiesterase inhibitor untuk disfungsi ereksi. Menyebabkan munculnya catastrophic hipotensi.

Trombolitik. Digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang menyumbat pada arteri koroner. Penelitian memperlihatkan penurunan insiden mortalitas dan morbiditas (angka kesakitan ) dan pengurangan kerusakan jaringan yang luas ketika penggunaan treatmen trombolitik. Terapi trombolitik harus dimulai dalam waktu yang sepesifik pada saat gejala serangan dimulai, biasanya dalam 1- 6 jam , sebelum nekrosis terjadi.
Glikoprotein 11a /111 a inhibitor (abciximab, triofiban) digunakan sebagai trombolisis atau PTCA pada pasien dengan miokard infark akut. Obat ini mencegah agregasi (kumpulan/penggumpalan) platelet (trombosit).

Aktivitas. Pada awal pasien dipertahankan pada posisi tirah baring dengan kamar kecil (toilet) di tempat tidur untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung. Selanjutnya aktivitas dilatih secara bertahap hingga dapat ditoleransi.

Kontrol gula darah. Penelitian terbaru menunjukan bahwa memelihara tingkat  gula darah  dalam batas 70 – 100 mg/dl mengurangi angka kematian secara signifikan  bagi pasien kritis. Infus insulin dapat diberikan hingga kadar gula darah pasien dalam rentang target.

Diet dan pengurangan berat badan. Selama fase akut MI, makanan kecil dan mudah dicerna dihidangkan. Kafein dibatasi karena meningkatkan denyut jantung dan vasokontriksi pembuluh darah. Cairan dibatasi jika pasien mengalami gagal jantung. Diawali dengan diet rendah sodium dan cairan bening. Selanjutnya diet rendah lemak, kolestrol, dan garam. Jumlah garam di resepkan oleh dokter. Jika pasien obesitas, pengurangan berat badan dilaksanakan untuk mengurangi beban kerja jantung.

Merokok. Harus dihindari, dan pasien di beritahu bahaya melanjutkan rokok. Program berhenti merokok dapat dibuat. Perawat butuh bekerjasama dengan pasien untuk menolong pasien memahami dan menerima perubahan gaya hidup.

Perbaikan aneurisma ventrikular. Ventricular aneurysms mungkin terjadi setelah MI. indikasi untuk Ventricular aneurysms menjalani pembedahan adalah angina yang menetap, adanya gejala gagal jantung, anaeurisma besar yang perkirakan akan menggangu fungsi jantung, kegagalan ventrikel kiri, dan takidisritmia.



Mind Map / Clinical Pathway / Patofisiologi (Patofis) Keperawatan 

pada  Sindrom Koroner Akut: Miokard Infark





PEROSES KEPERAWATAN UNTUK PASIEN YANG MENGALAMI MYOCARDIAL INFARCTION
Pengumpulan data/ pengkajian. Melalui pengkajian riwayat yang menyeluruh untuk mengindentifikasi faktor resiko yang berkontribusi pada miokard infark. Seluruh pasien yang mengaku mengalami nyeri dada harus segera mendapat terapi hingga diagnosa MI di singkirkan. Monitor jantung yang terus menerus, serial ECG, dan pemeriksaan laboraturium dapat menolong mengindentifikasi ancaman hidup dari disritmia dan menentukan derajat kerusakan jantung. Pengontrolan terhadap nyeri dada secara cepat membatu mengurangi kecemasan dan efek psikologi negatif dari nyeri.

DIAGNOSA KEPERAWATAN, PERENCANAAN, IMPLEMENTASI, DAN EVALUASI

Penkes (pendidikan Kesehatan). Ajarkan mengenai regimen (rangkaian manajemen, diet dan terapi yang ketat) terapeutik meliputi informasi mengenai penyakit, obat-obatan, diet, aktivitas, dan kebutuhan rehabilitasi yang dibutuhkan untuk perubahan gaya hidup. Diet, pengurangan stres, program olahraga reguler, program berhenti merokok, dan program jadwal obat. Penyakit ini dapat mempengaruhi seluruh aspek gaya hidup pasien. Permasalah mengenai keluarga, peran kerja, dan aktivitas seksual perlu di bahas bersama. Pasien membutuhkan waktu untuk memahami informasi yang diberikan dan harus selalu didorong untuk mengekspresikan berbagai pertanyaan, hal yang dibutuhkan, atau rasa takut.

Rehabilisasi jantung dan olahraga. Rehabilisasi jantung dimulai ketika gejala akut pasien berkurang. Tujuan dari tindakan ini untuk memperbaiki fungsi jantung dan membantu pasien kembali ke kehidupan normal.  Protokol Rehabilisasi jantung tergantung kebijakan masing-masing rumah sakit. Pertama dari dua fase rehabilitasi terjadi di rumah sakit. Aktifitas pada saat dirawat seperti perawatn diri sendiri (self-care) dan aktifitas dengan protokol yang spesifik. Fase dimulai dengan discharge planning dan fokus untuk mengembalikan tingkat fungsi dan aktifitas pasien. Program outpatient (Rawat jalan) sering dilakukan pada tahap ini. Pada fase ini pasien didorong untuk memelihara latihan gerak yang optimum untuk melanjutkan pola hidup sehat dan pengurangan berat badan untuk mencapai berat badan ideal.
1)      Diagnosa keperawatan: Nyeri akut b.d penurunan aliran darah koroner  yang menyebabkan iskemia miokard
Tujuan: Pasien menunjukan tanda penurunan nyeri. Pasien menunjukan tanda relaksasi (tenang)
Evaluasi: Apakah kondisi nyeri pasien berkurang ?
Intervensi
a)      Pantau lokasi, durasi, intensitas, dan radiasi nyeri : gunakan skala 0-10
R: Untuk mengindentifikasi tipe dan keparahan nyeri
E: Apa derajat nyeri yang dialami pasien? (sedang, berat,& ringan) dimana lokasi? Bagaimana durasi, intensitas, dan radiasi (penyebaran)?
b)      Pantau tekanan darah , nadi, dan respirasi.
R: Tanda vital mungkin meningkat pada saat episode nyeri
E: Apakah tanda vital dalam batas normal?
c)      Lakukan perekaman EKG  jika diinstruksikan.
R: Untuk mengindentifikasi lokasi infark atau iskemik.
E: Apakah EKG normal?
d)      Berikan oksigen sesuai intruksi dokter
R: Untuk mencegah hipoksia
E: Apakah gas darah arteri dalam batas normal? Apakah saturasi oksigen lebih dari 90% ?
e)      Beritahu pasien untuk melaporkan adanya nyeri pada serangan pertama.
R: Memeberikan rasa nyaman dan memastian keamanan untuk menurunkan rasa takut dan cemas
E: Apakah pasien terlihat tenang dan relaks?
f)       Perintahkan pasien untuk beristirahat selama nyeri
R: Aktifitas meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat meningkatkan rasa nyeri
E: Apakah pasien terlihat tenang dan santai?
g)      Temani pasien hingga nyeri berakhir
R: Memberikan kenyamanan dan memastikan pasien nyaman dan rasa cemas serta rasa takut berkurang.
E: Apakah kecemasan dan ketakutan berkurang?
h)      Bantu pasien untuk melakuakan tindakan alternatif pengurangan nyeri: berhubungan dengan posisi, aktivitas pengalihan, dan tehnik relaksasi.
R: Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi stimulus nyeri, dan membiarkan pasien untuk fokus pada hal lain
E: Apakah pasien mengekspresikan penggurangan nyeri dan stress?
i)        Medikasi sesuai indikasi dokter (Nitrogliserin, morphine sulfate, aspirin, dll)
R: Menolong mengurangi nyeri
E: Apakah nyeri masih terasa?

2)      Penurunan cardiac output b.d iskemia atau infark, perubahan kecepatan jantung, irama jantung,  dan  penurunan konraktilitas jantung.
Tujuan: Mempertahankan  agar cardiac output dan perfusi jaringan tetap adequat. Pasien menunjukan tanda perbaikan cardiac output dan perfusi jaringan (TTV dalam batas normal khususnya TD & HR, CRT< 3 detik, akral teraba hangat,  dll )
Evaluasi: Apakah HR pasien lebih dari 60x/menit dan kurang dari 100x/menit, Tekanan Darah lebih dari 90/60mmHg dan kurang dari 140/90 mmH, Urin output lebih dari 30 ml/jam?
a)      Monitor tekanan darah, HR, dan urine output.
R: Indikator tidak langsung caridac output
E: Apakah indikator dalam batas normal
b)      Catat suara paru/nafas
R: Bunyi krakles mengindikasikan adanya gagal jantung
E: Apakah suara nafas bersih?
c)      Pantau sirkulasi perifer, nadi, capillary refill time (CRT), edema, warna, dan temperatur
R: Indikator perfusi jaringan yang adequate
E: Apakah pasien memiliki nadi perifer yang teraba kuat? Apakah CRT < dari 3 detik, tidak ada edema, kulit teraba hangat, dan bantalan kuku berwarna pink?
d)      Pantau EKG
R: Untuk mengindentifikasi adanya disritmia
E: Apakah EKG dalam batas normal?
e)      Berikan obat sesuai intruksi dokter, seperti vasodilator, beta bloker, kalsium chanel blocker, dan cardiac glycoside.
R: Menolong memperbaiki kontraktilitas, cardiac output (curah jantung) dan perfusi jaringan
E: Apakah pasien menunjukan gejala kontraktilitas yang membaik, peningkatan curah jantung(Cardiac Output), dan perfusi jaringan?
f)       Dukung dan berikan istirahat yang adekuat, lingkungan yang nyaman, tirah baring (bedrest), posisikan pasien pada posisi semi fowler.
R: Menurunkan beban kerja jantung dan stres dan memperbaiki pola nafas.
E: Apakah pasien merasa relaks?
g)      Pantau nyeri yang atypical (berbeda dengan nyeri dada yg biasanya) seperti nyeri rahang, atau tidak ada nyeri tapi pasien tiba—tiba mengalami  dyspnea (sesak) atau kelemahan (fatigue)
R: MI pada lanjut usia memiliki tanda nyeri dada atypical (yg tidak seperti biasanya) atau mengalami silent MI
E: Apakah pasien mengalami gejala MI atypical ?
h)      Pantau pasien dengan hati-hati untuk efek samping obat
R: Pasien lansia lebih sering mengalami keracunan obat yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan hati.
E: Apakah pasien menunjukan efek samping keracunan obat?

3)      Cemas b.d ancaman kematian, perubahan gaya hidup, nyeri dada, dan prosedur pengobatan
Tujuan: Pasien mengatakan rasa takut berkurang. Pasien mendemonstrasikan mekanisme koping yang efektif
Evaluasi: Apakah pasien mengatakan rasa cemas berkurang?
a)      Pantau tingkat kecemasan dan catat tanda non-verbal
R: Bila kecemasan dapat dikontrol dapat mengurangi aktivitas saraf simpatik yang dapat memperkuat kondisi pasien.
E: Apakah pasien melaporkan adanya rasa cemas, atau mengalami tanda kecemasan?
b)      Tanyakan kepada pasien mengenai koping yang biasa dilakuakan pada saat cemas?
R: Memberikan kemampuan untuk membangun kekuatan pada diri pasien
E: Apa tehnik koping pasien?
c)      Orientasikan (perkenalkan) kepda pasien dan keluarga mengenai lingkungan sekitar dan peralatan, oksigen, dan monitor jantung, selang infus, penjelasan mengenai prosedur tindakan.
R: Informasi dapat mendukung rasa percaya (trust) dan mengurangi stres emosi.
E: Apakah pasien memahami kondisinya, lingkungan, dan alat bantu?
d)      Pastikan bahwa pasien merasa di pantau dengan baik.
R: Memastikan deteksi tratmen yang cocok dan tanda komplikasi sedini mungkin, serta menurunkan kecemasan pasien.
E: Apakah pasien merasa kecemasan berkurang dengan pemantau yang terus menerus
e)      Perbolehkan pasien untuk mengekspresikan secara verbal rasa takut dan rasa takut akan kematian
I: Membantu pasien untuk mengindentifikasi rasa takut dan mengurangi rasa cemas
E: Apakah pasien mampu untuk mengungkapkan rasa takut?
f)       Tawarkan  dukungan keluarga
R: Untuk mempercepat peroses penyembuhan pasien
E: Apakah keluarga mengatakan secara verbal mampu menawarkan dukungan untuk pasien tanpa ada rasa cemas?

4)      Intoleran aktivitas b.d dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan, kelemahan, dan fatigue
Tujuan: Pasien mengalami kemajuan dalam mentoleransi aktivitas ditandai dengan HR, tekanan darah, pulse oksimetri, dan RR dalam batas normal.
Evaluasi: Apakah HR, TD, pulse oksimeter, dan RR dalam batas normal  sesuai dengan perkembangan aktifitas?
a)      Periksa tanda-tanda vital pasien sebelum beraktivitas
R: Mengindentifikasi data dasar sebagai bahan perbandingan dengan data  setelah beraktivitas
E: Bagaimana tanda vital pasien?
b)      Observasi pasien selama dan setelah beraktivitas dan dokumentasikan respon abnormal terhadap aktivitas meliputi: peningktan HR lebih dari 120x /menit atau HR bertambah 20 x/menit pada saat istirahat, peningkatan tekanan darah diatas 20 mmHg dari  sistolik sebelumnya selama beraktifitas. Nyeri dada, pusing, perubahan warna kulit, diaporesis (berkeringat), dyspnea, disritmia, fatigue yang berlebih, dan perubah pada ST segmen pada EKG.
R: Pemantau memberikan deteksi terhadap respon abnormal untuk menghentikan aktivitas
E: Apakah tanda vital dalam batas normal? Apakah aktvivitas ditoleransi tanpa ada gejala?
c)      Posisikan pasien pada posisi yang nyaman dan mudah untuk bernafas
R: Posisi semifowler biasanya lebih disuakai oleh pasien yang mengalami distress pernafasan. Ketika pasien duduk ditempat tidur, dengan dukungan tangan pada bantal dapat mengurangi beban kerja jantung dengan menghilangkan kekuatan gravitasi pada tangan yang tidak didukung.
E: Apakah pasien dapat bernafas dengan mudah?
d)      Pelihara kemajuan aktivitas sesuai intruksi dokter dan program rehabilitasi jantung. Aktivitas tahap 1: ADLs (Activity Daily Livings), bergantung di tempat tidur selam 15 menit, menggunakan pispot dengan asistensi. Aktivitas tahap 2: diluar tempat tidur menggunakan kursi selama 30-60 menit, mandi sebagaian, ROM.
R: Pasien harus meningkatkan aktivitas sesuai kondisi jantung
E: Apakah pasien memperlihatkan adanya kemajuan aktivitas?


Baca Juga:       1) Penyakit Arteri Koroner                2) angina pektoris


Understanding Medical Surgical Nursing third edition. Philadelphia: E A. Davis Company



Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment