HIPERTERMIA (Heat illness)

Secara nornal tubuh memiliki mekanisme pengaturan panas yang bekerja secara baik, sehingga memungkinkan tubuh menoleransi perubahan suhu yang signifikan (berarti). Tubuh memiliki mekanisme penurunan suhu yang paling efisien melalui pengeluaran keringat dan dilatasi pembuluh darah di kulit. Ketika pembuluh darah berdilatasi, darah muncul ke permukaan kulit untuk meningkatkan kecepatan radiasi panas dari tubuh. Akan tetapi ketika mekanisme tubuh ini menjadi kewalahan, akibatnya sangat berbahaya dan tidak dapat dipulihkan seperti  sediakala. Ini dapat menjadi sebuah  hal buruk pada anak, orang tua, dan pasien dengan gangguan jantung.
Hipertermia terjadi ketika termoregulasi rusak karena 1) kelebihan produksi panas, 2) ketidakmampuan tubuh mengeluarkan panas, 3) lingkungan panas yang ekstrim  atau 4) kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Tidak seperti demam (Hiperpireksia/ fever), dimana set point meningkat, pada hipertermia (heat illness) set point pengatur suhu (thermal set point) tetap normal dan hipertermia terjadi karena ketidakmampuan mengeluarkan panas.  Antipiretik tidak digunakan pada hipertermia karena dapat menyebabkan komplikasi.


PEROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTERMIA

Pengkajian /pengumpulan data
Kondisi sakit (Hipertermia ) akibat terpapar panas dapat dibagi menjadi tiga bentuk: Heat Cramps (kejang/kram  panas), Heat exhaustion (kelelahan akibat panas), dan heatstroke. Hipertermia  atau Heat illnes berkembang menyebabkan penurunan tekanan darah dan dehidrasi sehingga intake cairan merupakan hal yang penting dalam  mencegah hipertermia.
Heat Cramps, bentuk paling ringan dari hipertermia, dengan gejala nyeri sepasme (kram) otot, biasanya pada tungkai ekstremitas bawah (kaki) atau abdomen, yang terjadi setelah badan lelah bergerak. Sejumlah besar garam dan air dapat hilang sebagai akibat dari pengeluaran keringat yang banyak, menyebabkan otot stres dan menjadi spasm (kram). Dengan istirahat dan penggantian cairan  yang cukup (adequat), tubuh akan menyesuaikan diri  dan mendistribusikan elektrolit sehingga kejang tidak muncul.
Heat Exhaustion terjadi ketika tubuh kehilangan banyak air dan elektrolit melalui keringat yang sangat banyak yang menyebabkan hipovolemi terjadi. Heat Exhaustion merupakan maisfestasi yang luas dari sistem kardiovaskuler yang mencoba memelihara normotermia (suhu normal tubuh). Pada Heat Exhaustion pasien belum mengalami kegagalan fungsi serebral, meskipun mungkin pasien menunjukan irritability (mudah marah) minor dan kemampuan penilaian (berfikir) yang buruk/menurun. Kemampuan untuk berkeringat tetap ada. Kulit biasanya pucat dan dingin dan warna muka abu-abu. Kehilangan air dan garam menyebabkan pasien mengalami dehidrasi. Temperatur tubuh biasanya normal atau sedikit meningkat dari rentang 38oC sampai  39oC. Pasien mengeluh pusing, lemas, atau pucat dengan rasa mual atau sakit kepala. Mual dan diare juga dapat terjadi.
Heatstroke terjadi jika gejala dari heat exhaustion tidak tertangani sehingga heatstroke berkembang. Perubahan pada status mental dan ketidak mampuan berkeringat menjadi kunci dari gejala Heatstroke. Beberapa pasien menunjukan gejala pusing, perilaku irasional, atau psikosis; dapat berkembang menjadi  seizure (kejang) atau koma. Mekanisme berkeringan menjadi kewalahan (atau kelebihan beban kerja). Banyak korban Heatstroke mengalami kulit panas, kering dan kemerahan. Temperatur tubuh meningkat cepat ke suhu 41oC atau lebih, dan tingkat kesadaran pasien menurun. Jika Heatstroke tidak ditangani dapat  menyebabkan kematian.
Pasien yang menderita Heatstroke harus dirawat diruangan intensiv karena komplikasi selanjutnya dapat muncul dengan tiba-tiba dan membutuhkan penanganan yang cepat. Yang biasa terjadi seperti seizure (kejang), iskemik serebral, gagal ginjal, dekompensasi jantung , dan perdarahan gastrointestinal. Prognosis (dugaan) penyakit lanjutan sangat beragam tergantung  pada kondisi kesehatan pasien sebelumnya dan lama pasien terpapar panas.

Mind Map / Pathway / Patofisiologi (patofis) Hipertermia (Heat Illness)


Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, dan Implementasi
1)      Hipertermia b.d paparan terhadap lingkungan panas
Tujuan : Suhu tubuh pasien dipertahankan  dalam batas suhu tubuh normal.
a)      Untuk kasus Heat cramps (kram panas), keluarkan atau evakuasi pasien dari lingkungan panas
R: Agar peroses pendinginan segera di mulai
b)      Posisikan pasien duduk atau berbaring pada saat terjadi kram  otot
R: Mencegah injuri lanjutan
c)       Saat evakuasi pasien lepaskan seluruh pakaian agar memulai peroses pendinginan
R: Penanganan emergensi pada kejadian Heatstroke meliputi penurunan temperatur tubuh korban  dan segera mendinginkan korban
d)      Gunakan kompres air dengan bentuk semprotan  ke seluruh tubuh pasien, dengan hembusan angin yang kontinyu (terus-menerus) dan keras dari kipas angin elektronik.
R: Pendinginan secara evaporasi merupakan metode pendinginan yang paling efektif.

2)      Defisit volume cairan b.d hipovolemia
Tujuan :  Tekanan darah pasien dipertahankan dalam batas rentang normal tekanan darah
a)      Berikan pasien cairan oral atau air atau cairan elektrolit jika pasien sadar penuh
R: Untuk mengganti kehilangan cairan
b)      Pelihara  atau jaga jumlah cairan IV yang masuk  sesuai intruksi
R: Untuk menjaga  volume cairan pada kondisi hipotensi

Evaluasi:
Intervensi menjadi berhasil jika suhu tubuh pasien yang mengalami hipertensi berada pada suhu 38,3 oC, kulit hangat dan kering (tidak mengeluarkan banyak keringat), tekanan nadi kuat, tekanan darah dalam batas normal, dan pasien dalam kondisi sadar dan orentasi baik.

Diterjemahkan dari: William, Linda S. and Hopper, Paula D. 2007. Understanding Medical Surgical Nursing third edition. Philadelphia: E A. Davis Company.


Comments